Kajian Isu #3 : Stop Asian Hate as a Form of Resistance to Asian Racial Discrimination in US

Website agenda Himahi. Kajian Isu

Stop Asian Hate as a Form of Resistance to Asian Racial Discrimination in US

 

Oleh: Nur Azizah & Ulya Zahra

Editor : Alisa Delina

 

Dewasa ini, peristiwa kejahatan kebencian terhadap warga keturunan Asia-Amerika semakin meningkat. Banyak penolakan atas keberadaan warga keturunan Asia di Amerika Serikat yang berujung pada pelecehan secara verbal maupun fisik. Tindakan diskriminasi dan rasisme merebak selama pandemi COVID-19 terhadap warga keturunan Asia terutama Tiongkok, China. Ini sejalan dengan pernyataan oleh Donald Trump bahwa China merupakan penyebab terjadinya pandemi COVID-19 yang hingga saat ini belum juga berakhir. Pernyataan tentang virus Kung Flu atau virus China  semakin meningkatkan sentimen masyarakat Amerika. Hingga banyak terjadi peristiwa pelecehan bahkan pembunuhan secara brutal yang menewaskan orang Asia. Serangan-serangan tersebut menimbulkan kekhawatiran akan keselamatan orang-orang Asia di Amerika. Banyaknya serangan kebencian juga menjadi alasan dibentuklah Stop Asian Hate atau Stop AAPI Hate yang merupakan sebuah lembaga advokasi non-profit di Amerika Serikat bertujuan untuk menuntut dihentikannya tindakan rasialisme terhadap warga keturunan Asia yang tinggal di sana. Dibentuknya lembaga ini sebagai bentuk respons atas segala bentuk hate speech, kekerasan, diskriminasi dan perundungan atas warga keturunan Asia-Pasifik di Amerika Serikat yang semakin meningkat selama pandemi COVID-19.

Stop Asian Hate sebagai bentuk perlawanan Diskriminasi di Amerika Serikat

STOP ASIAN HATE digunakan oleh warganet dalam memproklamirkan aksi penolakan tindakan rasialisme yang diterima oleh warga keturunan Asia yang tinggal di Amerika Serikat. Tagar #StopAsianHate telah ditweet lebih dari 975 ribu kali, mengakibat kan #StopAsianHate menempati posisi teratas dalam trending topic Twitter Indonesia pada Rabu (17/3/2021) malam. Kemudian, di tengah maraknya sentimen negatif warga Amerika Serikat terhadap warga keturunan Asia-Pasifik, dirilis lah majalah edisi terbaru yang memuat karikatur wajah personil BTS, grup musik asal Korea Selatan yang dikeluarkan oleh Majalah Topps. Dalam karikatur tersebut terdapat unsur kekerasan yang diterima oleh personil BTS, melalui ilustrasi sebagai objek sasaran dalam permainan Whack-A-Mole (permainan ding-dong memukul tikus tanah). Sedangkan, para selebriti lain seperti Taylor Swift juga Billie Eilish diilustrasikan dengan karikatur yang wajar tanpa ada unsur kekerasan seperti karikatur BTS. Hal ini pun menjadi sorotan warganet, mereka bertanya dan mengecam mengapa majalah Topps mengilustrasikan BTS dengan sedemikian rupa. Oleh karenanya, Twitter sebagai salah satu platform media sosial dibanjiri oleh ratusan ribu tweet yang mengandung tagar #StopAsianHate. Mereka melakukan hal tersebut sebagai wujud atas pembelaan terhadap warga keturunan Asia-Pasifik serta sebagai perlawanan terhadap diskriminasi yang dilakukan oleh orang-orang anti-Asia.

Bentuk perlawanan sekaligus kepedulian masyarakat Asia-Amerika terhadap tindakan kebencian dilakukan dengan ribuan orang turun ke jalan di New York, Washington, Pittsburgh, Atlanta. Selain itu, di Montreal, Kanada juga membicarakan  tentang Stop Asian Hate,  reformasi polisi serta mengkritik Trump akibat pernyataan ujaran kebencian terhadap China selama pandemi berlangsung. Komite hak-hal sipil Komite Kehakiman DPR AS mengadakan sidang terkait bias anti-Asia yang pertama dalam lebih dari 30 tahun. Tidak hanya itu, beberapa anggota parlemen wanita Asia-Amerika begitu pula dengan Perwakilan Grace Meng, Judy Chu, Doris Matsui, Michelle Steel, Tammy Duckworth dan juga Young KIm bersaksi atas diskriminasi yang dihadapi oleh komunitas. Mereka juga mendesak anggota parlemen Republik untuk mengurangi retorika mereka karena kejahatan rasial terus meningkat. Wanita yang diserang di San Francisco telah memutuskan untuk menyumbangkan sekitar $1 juta yang dikumpulkan untuknya melalui GoFundMe untuk membantu komunitas Asia Amerika melawan rasisme.

Insiden rasis anti-Asia seperti yang telah dijelaskan diatas tentu disertai dengan penyebab dan pemicu sebelumnya, salah satu faktor yang memperparah terjadinya xenophobia dan kekerasan adalah dampak ekonomi dari pandemi dan ketakutan akan virus COVID-19, yang pada akhirnya merugikan bagi warga Asia-Amerika. Selain itu, banyaknya kasus pelanggaran rasial yang terjadi tidak dikategorikan sebagai pelanggaran rasial oleh pihak kepolisian hingga menimbulkan kekhawatiran dan kemarahan warga keturunan Asia. Sehingga, semakin banyak kejahatan yang terjadi karena pelaku merasa aman untuk melakukan hal tersebut. Entah itu kekerasan atau pelecehan. Faktor lain yang menjadikan kejahatan rasial ini meningkat terutama kejahatan yang dirasakan oleh para wanita Asia-Amerika, karena mereka dianggap sebagai target yang mudah untuk dilukai. Adanya perpaduan antara rasisme dan seksisme, termasuk stereotip bahwa wanita Asia itu lemah lembut dan patuh, kemungkinan besar menjadi faktor lain yang menyebabkan insiden rasis anti-Asia meningkat akhir-akhir ini. Maka tidak heran jika kebanyakan dari korban-korban kejahatan kebencian yang terjadi di Amerika Serikat adalah para wanita.

Di samping itu ternyata kejahatan kebencian yang meningkat turut dikaitkan oleh pernyataan mantan Presiden Trump yang berulang kali menyebut COVID-19 sebagai “virus China” sehingga menyalahkan negara tersebut atas pandemi ini. Dengan melakukan hal tersebut berarti Trump turut mengikuti dan membenarkan xenophobia anti-Asia yang menggunakan penyakit dalam sejarah panjang Amerika. Akibatnya, retorika ini menyebar dan berdampak luas atas insiden rasis anti-Asia serta seakan-akan memberikan izin bagi orang-orang anti-Asia untuk menyerang warga keturunan Asia-Pasifik.

Meningkatnya Kasus Kejahatan Rasial Yang Terjadi di Amerika Serikat

Jumlah kasus kejahatan rasial yang telah dilaporkan ke Departemen Kepolisian New York dengan korban warga Asia-Amerika melonjak menjadi 28 kasus pada tahun 2020. Sedangkan, sepanjang tahun 2021 telah terjadi dua serangan terhadap warga keturunan Asia. Di kota New York sendiri, dengan persentase orang Asia-Amerika sebanyak 16% dari populasi telah membuat mereka merasa terancam dan ketakutan akibat adanya tindakan kejahatan rasial. Seperti kasus Vicha Ratanapakdee yang berusia 84 tahun yang pada saat itu didorong ke tanah saat melakukan jalan pagi di San Fransisco dan setelah dua hari dari serangan itu ia meninggal dunia. Pria bernama Antonie Watson berusia 19 tahun yang kemudian bertanggung jawab atas kejahatan ini. Kemudian, ada pula kasus penembakan yang terjadi di Atlanta, Amerika Serikat pada Selasa, 16 Maret 2021 lalu. Seorang pria berusia 21 tahun bernama Robert Aaron Long asal Amerika melakukan penembakan fatal di tiga panti pijat yang menewaskan delapan korban dengan enam korbannya merupakan perempuan keturunan Asia. Pria tersebut melakukan tiga penyerangan, dengan penyerangan pertama melalui penembakan di Kabupaten Cherokee dan dua penyerangan dengan empat korban penembakan lainnya terjadi di dua spa kota Atlanta kurang dari satu jam kemudian.

Upaya Pemerintah AS

            Peningkatan terhadap tindakan kejahatan rasial ini kemudian mendesak pemerintah AS untuk segera mengambil tindakan. Pada masa Donald Trump, dapat dikatakan tidak ada upaya sebab semua bermula atas pernyataan kebencian dari pemimpin AS kala itu. Untuk saat ini, pada masa Joe Biden telah mengambil langkah-langkah penting untuk menindaklanjuti serta bertanggung jawab atas insiden yang marak terjadi. Pemerintah AS merespon hal tersebut untuk mengatasi peningkatan kasus kekerasan anti-rasial. Upaya-upaya tersebut adalah dengan menyalurkan USD 49,5 juta atau 719 milyar rupiah untuk program pemulihan yang membantu korban kekerasan dari dana pemulihan COVID-19. Dimana pemerintah AS membentuk satuan tugas baru yang bertugas untuk menangkal xenofobia terhadap warga Asia dalam layanan kesehatan yaitu kesetaraan pelayanan kesehatan COVID-19. Selain itu, Gedung Putih menyatakan bahwa Departemen Kehakiman AS akan berfokus pada naiknya kasus kejahatan kebencian terhadap warga keturunan Asia-Amerika dengan merencanakan upaya-upaya baru untuk menegakkan undang-undang kejahatan rasial serta melaporkan secara resmi terkait data-data kejahatan rasial di AS. Tidak hanya itu, Joe Biden juga memaparkan terkait langkah-langkah konkrit seperti: kembali memulihkan inisiatif fokus awal terhadap bias dan kekerasan yang menimpa warga Amerika-Asia. Pemerintah AS akan meluncurkan buku-buku virtual yang mengeksplorasi kontribusi Asia-Amerika terhadap Amerika Serikat. Bahkan, mendanai penelitian-penelitian kritis dalam rangka mengatasi bias dan xenofobia terhadap komunitas Asia-Amerika.

Pandangan terhadap Isu Ini

Pemerintah AS yang pada saat itu dipimpin oleh Donald Trump menyatakan bahwa pandemi COVID-19 adalah kesalahan dari China. Masyarakat AS menjadi sentimen bukan hanya terhadap China tetapi lebih luas juga kepada masyarakat Asia. Penyerangan terus terjadi kepada mereka yang memiliki karakter wajah Asia Timur. Melihat bahwa diskriminasi rasial yang kian merebak di Amerika Serikat menunjukkan bahwa adanya ketegangan antara AS dan juga China. Segala bentuk pernyataan kebencian yang dilayangkan oleh Trump kala itu menyulut api kebencian pula kepada masyarakat Asia. Namun, kepedulian terhadap sesama tidak hilang begitu saja dari masyarakat Amerika itu sendiri. Setelah kejadian di Atlanta, banyak dari mereka yang menyoroti insiden kejahatan rasial ini di media sosial, meningkatkan kesadaran dan meminta semua orang untuk memperhatikan keluarga, teman, dan tetangga Asia-Amerika mereka. Menyikapi segala bentuk permasalahan dan faktor penyebab insiden rasis anti-Asia, sikap saling menyalahkan bukanlah sebuah solusi tepat dalam menyikapi hal ini. Bagaimanapun tindakan diskriminasi rasial baik secara verbal maupun fisik melanggar hak asasi manusia. Menggeneralisasi semua keturunan Asia adalah penyebab dari pandemi COVID-19 sehingga pantas untuk diperlakukan tidak adil hingga mengancam keselamatan juga merupakan tindakan yang salah, tidak bijaksana, dan jelas egois. Setiap individu perlu dan harus saling menghormati satu sama lain, kita juga tidak boleh menghakimi orang lain tanpa ada dasar dan alasan yang jelas. Karena hal inilah, kami memandang bahwa sikap yang dilakukan oleh warga Amerika terhadap warga keturunan Asia-Amerika sangat tidak dibenarkan dan harus dilawan. Gerakan Stop Asian Hate ini menjadi ajang untuk meningkatkan kepedulian terhadap sesama.

Stop Asian Hate menjadi bentuk perlawanan masyarakat Asia-Amerika terhadap tindakan kejahatan rasial yang mereka alami. Tidak hanya dengan melakukan demonstrasi turun ke jalan dibeberapa tempat tetapi juga gencar disebarkan melalui media sosial yang mampu menarik perhatian masyarakat global secara masif. Tindakan kejahatan rasial dalam bentuk apapun tidaklah dibenarkan apalagi jika telah memakan korban jiwa. Hak-hak setiap individu untuk hidup nyaman dan aman harus terus ditegakkan.

Warga Amerika seharusnya menghapuskan stigma negatif terhadap warga Asia-Amerika. Saling menghormati serta menghargai keberadaan warga Asia-Amerika dalam hidup berdampingan di suatu lingkungan. Saling mendukung sesama alih-alih saling menyalahkan tentang keadaan pandemi COVID-19 yang terjadi Dengan begitu, diharapkan dapat meminimalisir tindakan kejahatan rasial terhadap warga Asia-Amerika.

  

REFERENSI

Kompas.com. (2021, 17 Maret). Trending Stop Asian Hate di Twitter Apa yang Terjadi?. Diakses pada 13 April 2021, dari https://www.kompas.com/tren/read/2021/03/17/204500165/trending-stop-asian-hate-di-twitter-apa-yang-terjadi-?page=all

Ho, Vivian. (2021, 16 Maret). Asian Americans Reported 3.800 Hate-Related Incidents During The Pandemic, Reports Find. Diakses pada 13 April 2021, dari https://www.theguardian.com/us-news/2021/mar/16/asian-americans-hate-incidents-pandemic-study

Yam, Kimmy. (2021, 17 Maret). There Were 3.800 Anti Asian Racist Incidents Mostly Against Women, In Past Year. Diakses pada 13 April 2021, dari https://www.nbcnews.com/news/asian-america/there-were-3-800-anti-asian-racist-incidents-mostly-against-n1261257

Lang, Cady. (2021, 18 Februari). Hate Crimes Against Asian Americans Are on the Rise. Many Say More Policing Isn't the Answer. Diakses pada 15 April 2021, dari https://time.com/5938482/asian-american-attacks/

Kinasih, Sekar. (2021, 23 Maret). Sentimen Anti Asia Terkait Erat Agresifnya Kebijakan Luar Negeri AS. Diakses pada 20 April 2021, dari https://tirto.id/sentimen-anti-asia-terkait-erat-agresifnya-kebijakan-luar-negeri-as-gbkK

Putsanra, Dipna Videlia. (2021, 30 Maret). Arti Stop Asian Hate yang Trending, Apa Maksudnya Asian Hate di AS?. Diakses pada 24 April 2021,  dari https://tirto.id/arti-stop-asian-hate-yang-trending-apa-maksudnya-asian-hate-di-as-gbCg

Detikcom, Tim. (2021, 01 April). Langkah Biden Tangkal Serangan Anti Asia yang Marak di Amerika. Diakses pada 25 April 2021, dari https://news.detik.com/internasional/d-5516047/langkah-biden-tangkal-serangan-anti-asia-yang-marak-di-amerika

White House, The. (2021, 30 Maret). FACT SHEET: President Biden Announces Additional Actions to Respond to Anti-Asian Violence, Xenophobia and Bias. Diakses pada 25 April 2021, dari https://www.whitehouse.gov/briefing-room/statements-releases/2021/03/30/fact-sheet-president-biden-announces-additional-actions-to-respond-to-anti-asian-violence-xenophobia-and-bias/

Mitra Kami

logo unmul2 logo ind2q logo venas3 logo aihii3