Analyzing the Effectivity of Formula E with International Relations Perspective
Bagaimana Perspektif Liberalisme dan Green Theory Menyikapi Formula E di Jakarta?
Oleh: Athifah & Syachidah Riskha Aisyah | 25 Juni 2022
Saat ini, listrik menjadi sesuatu yang tidak bisa lepas dari kehidupan manusia sehari-hari. Listrik telah menjadi kebutuhan dasar bagi sebagian besar orang, terutama bagi mereka yang bertempat tinggal di wilayah perkotaan. Dampak dari akses listrik yang terputus pun tak main-main karena dapat melumpuhkan kegiatan perekonomian, komunikasi, hingga transportasi. Salah satu indikator akses listrik yang dapat digunakan ialah rasio elektrifikasi, pada siaran pers Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor: 180.Pers/04/SJI/2020, mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia akan menargetkan rasio elektrifikasi 100% pada tahun 2022. Oleh karena itu, era elektrifikasi saat ini menuju perkembangan yang semakin maju. Salah satu contohnya adalah Era elektrifikasi kendaraan yang kini mulai menyusuri arena balap dunia dalam beberapa tahun terakhir dengan dihadirkannya Kejuaraan Dunia Formula E.
Apa itu Formula E?
Formula E atau ABB FIA Formula E World Championship adalah sebuah ajang balap mobil yang bertenagakan listrik yang status kompetisinya sudah berstatus internasional dan setara dengan gelaran ajang balap lain seperti Formula 1 dan Motogp. Akan tetapi, tidak seperti Formula 1 atau Motogp yang mengadakan latihan bebas pertama dan kedua di dua hari sebelum balapan dimulai dan latihan bebas ketiga ataupun keempat serta kualifikasi satu hari sebelum balapan dimulai, Formula E menghadirkan konsep balapan satu hari selesai, artinya semua latihan bebas dan kualifikasi hingga kegiatan balapan dilakukan pada hari yang sama.
Karena bertenagakan listrik, mobil-mobil balap di Formula E melakukan pengisian daya dengan sistem charger. Formula E yang pertama kali digelar pada tahun 2014 ini juga memiliki tujuan tersendiri seperti mengajak masyarakat luas untuk beralih ke kendaraan listrik serta mengkampanyekan kendaran yang lebih ramah lingkungan.
Latar belakang pembentukan sirkuit Formula E di Indonesia
Pembangunan sirkuit Formula E di Jakarta dilatarbelakangi oleh salah satu tujuan dari diadakannya Formula E itu sendiri, yakni mengkampanyekan kendaraan bertenaga listrik yang ramah lingkungan ke berbagai negara di dunia. Dengan begitu, awareness mengenai kendaraan ramah lingkungan akan semakin diketahui oleh banyak orang di berbagai penjuru dunia. Uniknya, pembangunan sirkuit ini berada di lokasi yang cukup menyita perhatian banyak orang. Lokasi pembangunan sirkuit ini dilakukan di atas area bekas rawa-rawa yang menimbulkan banyak pro-kontra dari berbagai kalangan masyarakat. Banyak orang mempertanyakan kualitas tanah sirkuit yang nantinya akan menjadi medan balapan. Orang-orang juga berspekulasi bahwa keadaan tanah bekas rawa cenderung lembab dan hal ini ditakutkan nantinya bisa menimbulkan banyak masalah di kemudian hari. Namun, hal ini kemudian di bantah oleh Direktur pembangunan jaya Ancol yakni Suparno dengan mengatakan bahwa lokasi pembangunan sirkuit telah lolos standarisasi dari pihak FEO dan FIA, untuk itu masyarakat tidak perlu lagi khawatir akan kualitas sirkuit. Pemilihan lokasi pembangunan yang berada di Ancol juga dinilai sebagai tempat yang strategis dan berpotensi membantu peningkatan ekonomi masyarakat lokal.
Keuntungan yang diperoleh Indonesia sebagai tuan rumah Formula E
Penyelenggaraan Formula E sangat penting karena bertujuan untuk mengangkat citra baik negara Indonesia. Kegiatan ini juga akan berdampak pada hubungan bilateral antara Indonesia dengan negara lain melalui hubungan business to government. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berharap dengan terpilihnya Indonesia sebagai tuan rumah Formula E pada ajang olahraga yang berskala internasional ini dapat memberikan multiplier effect dari bidang ekonomi dan dampak reputasional bahwa Indonesia terkhusus daerah Jakarta memiliki potensi bisnis serta dapat memberikan efek finansial yang didapatkan oleh sejumlah perusahaan yang terlibat. Diselenggarakannya kejuaraan internasional balap mobil listrik ini diharapkan dapat mendukung program yang dibawa oleh pemerintah daerah yaitu Jakarta Langit Biru. Program ini juga sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 yang membahas tentang percepatan program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (battery electric vehicle) untuk menjadi transportasi jalan. Keuntungan lainnya yang diperoleh yaitu Jakarta dapat menjadi salah satu role model dengan menggunakan kendaraan listrik yang ramah lingkungan di dunia dan Jakarta tentu akan mendapatkan kepercayaan Internasional ketika menyelenggarakan acara bergengsi dunia.
Dukungan terhadap penyelenggaraan Jakarta E-Prix juga didapatkan dari pengamat bidang otomotif terutama di dunia balap yaitu Eka Budhiansyah, menurutnya Jakarta E-Prix merupakan titik awal kebangkitan olahraga balap mobil terbuka (open wheeler) di Indonesia sehingga diharapkan dapat membangkitkan antusiasme masyarakat Indonesia, ia juga mengatakan bahwa sirkuit Ancol nantinya bisa digunakan untuk balapan lainnya selain Formula E yang berarti sirkuit ini diharapkan terbuka untuk umum seperti digunakan untuk pergelaran lomba balap mobil wisata (touring car) di Indonesia dan lain sebagainya.
Menurut pengamat ekonomi Universitas Indonesia yaitu Ninasapti Triaswati, beliau mengatakan optimis ajang ini bisa dijadikan unggulan (flagship) program yang menandakan Indonesia dan Jakarta dapat menyelenggarakan sebuah kegiatan internasional bergengsi di tengah kondisi pandemi. Formula E diharapkan dapat menjadi pemantik dan titik balik dari sektor ekonomi dan pariwisata daerah serta nasional, menurutnya keuntungan ini didapatkan bukan hanya profit secara langsung tetapi manfaat lain yang diperoleh masyarakat hingga korporasi dari adanya Formula E Jakarta.
Dukungan lainnya diberikan oleh Bivitri Susanti sebagai pakar hukum tata negara yang juga mengingatkan agar Formula E Jakarta mampu membawa manfaat bagi seluruh kalangan bukan hanya dapat dinikmati oleh kalangan tertentu saja. Hal itu dikarenakan kegiatan ini dilaksanakan oleh Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta yang juga menggunakan uang dari negara sehingga diharapkan tidak melupakan aspek kesejahteraan masyarakat dan pelayanan publik, dengan itu Formula E berarti tidak hanya milik warga Jakarta saja tetapi juga menjadi milik masyarakat Indonesia karena inilah saatnya untuk mendapat dukungan penuh dari seluruh aspek negara.
Menyikapi Formula E di Jakarta dalam perspektif Hubungan Internasional
Dalam studi Hubungan Internasional ada beberapa perspektif yang bisa dipakai dalam menyikapi bagaimana efektivitas Formula E di Jakarta, yaitu dengan menggunakan perspektif Liberalisme dan Green Theory.
Secara umum, liberalisme melihat Hubungan Internasional sebagai hal yang optimis dikarenakan mereka percaya semua aktor dapat bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama dan mendapatkan hasil yang maksimal (positif). Liberalisme melihat bahwa dengan diadakannya pertandingan kelas internasional Formula E ini merupakan salah satu cara untuk menjalin kerja sama antara institusi dengan aktor, seperti adanya kerja sama dari pihak penyelenggara Formula E yaitu Formula E Operation (FEO) dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Sementara itu, Green theory atau green politics adalah salah satu perspektif dalam Hubungan Internasional yang hadir untuk mengkritik paham-paham tradisionalisme dan menjadikan isu lingkungan sebagai fokus utama mereka. Aktor dalam Green theory sendiri bukan berupa negara, melainkan organisasi non negara yang berbasis lingkungan seperti World Wide Fund for Nature (WWF). Fokus dari Green theory lainnya adalah mereka berusaha menyadarkan masyarakat dunia akan adanya ketimpangan sumber daya alam. Jackson & Sorensen (1999) dalam bukunya memaparkan bahwa Green Theory muncul untuk mengkritik pandangan-pandangan liberalisme dalam melihat isu-isu lingkungan karena Liberalisme dinilai terlalu “bebas” sehingga dalam pengambilan keputusannya seringkali tidak memperhatikan keadaan lingkungan. Lalu bagaimanakah korelasi antara semangat dari kampanye ramah lingkungan yang disampaikan oleh Formula E dengan keadaan sosial masyarakat di Indonesia? Akankah kampanye ini dapat membuahkan hasil untuk mendorong masyarakat Indonesia beralih ke kendaraan berbasis listrik?
Ajang balap Formula E yang mengkampanyekan kendaraan ramah lingkungan berbasis listrik memiliki konsep yang selaras dengan fokus utama dari Green Theory yakni memperhatikan keseimbangan alam. Namun, perlu diketahui untuk mengaplikasikan konsep-konsep tersebut dibutuhkan kesamaan pandangan dari berbagai golongan baik dari masyarakat hingga pemerintah. Di Indonesia sendiri awareness mengenai lingkungan masih belum tersebar luas. Biasanya hanya dari golongan menengah ke atas yang aware terhadap isu-isu lingkungan. Berhasil diterima atau tidaknya konsepan Green Theory di masyarakat berkaitan dengan beberapa faktor sosial hingga ekonomi negara tersebut. Green theory juga menilai bahwa semakin padat penduduk suatu negara maka akan semakin sulit untuk mewujudkan perbaikan lingkungan. Seperti yang kita ketahui, Indonesia termasuk salah satu negara dengan penduduk terpadat di dunia. Sesuai dengan data dari Worldometer yang merilis data jumlah penduduk Indonesia hingga akhir April 2022 menunjukkan angka 278.752.361 jiwa yang menjadikan Indonesia tetap berada di peringkat 4 penduduk terbanyak di dunia. Semakin banyak jumlah penduduk, maka akan semakin majemuk pula pola pikir masyarakatnya. Hal inilah yang merupakan tantangan terbesar pemerintah untuk mewujudkan semangat kampanye dari Formula E yang berbasis perbaikan lingkungan. Green Theory yang lebih terkenal dikalangan negara barat yang notabenenya sudah jauh lebih maju dari Indonesia juga menimbulkan perbedaan proses antara penerapan Green Theory di negara-negara Barat dengan di Indonesia. Untuk menerapkan perbaikan lingkungan, otomatis masyarakat harus menggunakan produk-produk yang ramah lingkungan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, produk-produk ramah lingkungan biasanya bernilai lebih mahal dari produk-produk biasa. Hal ini sangat berpengaruh karena Indonesia masih termasuk negara berkembang dan penduduknya kebanyakan masih dari golongan menengah kebawah yang berarti mereka akan memilih untuk membeli produk-produk yang lebih murah untuk meminimalisir pengeluaran. Sedangkan di negara-negara Barat yang sudah tergolong maju akan lebih mudah bagi mereka untuk mengikuti kampanye menyelamatkan lingkungan karena harga yang tergolong mahal tadi bukanlah menjadi masalah bagi mereka. Sama halnya dengan memilih kendaraan, masyarakat Indonesia saat ini lebih memilih untuk membeli mobil konvensional dibanding mobil bertenagakan listrik dengan alasan biaya yang mahal. Hal ini terbukti pada 2021, penjualan mobil listrik di Indonesia hanya menyentuh angka 685 unit dari total kendaraan terjual 863.348 unit. Harga mobil listrik yang paling murah pun berkisar di angka hampir 700 juta rupiah sedangkan 70% dari penduduk Indonesia membeli mobil yang harganya berada di kisaran 300 juta rupiah. Angka setinggi 700 juta rupiah untuk sebuah mobil pun dinilai tidak cocok untuk perilaku masyarakat Indonesia yang cukup konsumtif.
Selain itu, kebiasaan masyarakat Indonesia juga harus diubah jika ingin beradaptasi menggunakan mobil listrik. Masyarakat harus mengerti tentang transmisi otomatis dari mobil listrik. Lalu, masyarakat juga harus membiasakan diri terkait proses charging untuk mengisi ulang daya mobil karena setiap mobil bisa saja berbeda durasi pengisian dayanya. Kemudian, masyarakat juga harus terbiasa dengan desain mobil listrik yang penampungannya maksimum 5 orang, berbeda dengan mobil konvensional yang bisa menampung hingga 7 orang. Satu hal lagi yang menjadi catatan penting bagi masyarakat jika ingin membeli mobil listrik adalah mobil listrik mempunyai batasan jarak tempuh dan infrastruktur medan jalannya pun harus baik. Tantangan lainnya mengenai produksi dalam negeri khususnya dalam hal produksi komponen baterai yang harganya bisa mencapai 40%-60% harga mobil listrik tersebut.
Dari kajian di atas, maka kami menyimpulkan bahwa untuk sekarang penerapan kendaraan listrik di Indonesia tergolong cukup sulit untuk diterapkan karena faktor ekonomi menjadi penghambat terbesar untuk melaksanakan kampanye ini. Kemudian, mengubah kebiasaan masyarakat Indonesia yang cukup konsumtif juga tidak mudah dan perlu waktu. Akan tetapi, perwujudan pemakaian kendaraan listrik bukan tidak mungkin untuk diterapkan. Kampanye-kampanye lingkungan seperti yang dilakukan Formula E bisa menjadi salah satu jembatan untuk membangun awareness di masyarakat mengenai pentingnya isu lingkungan. Walaupun tidak langsung berpartisipasi mengganti kendaraan konvensional menjadi kendaraan listrik, setidaknya masyarakat menjadi teredukasi dan bergerak untuk turut serta menyelamatkan lingkungan dari hal-hal kecil seperti contohnya mengurangi menggunakan kendaraan untuk bepergian ke tempat yang jaraknya dekat dan semakin sering menggunakan kendaraan umum. Selain itu, pemerintah juga bisa melakukan beberapa upaya untuk memudahkan masyarakat ingin membeli kendaraan listrik seperti membangun kerja sama dengan perusahaan mobil listrik yang bersangkutan.
Daftar Referensi:
CNN Indonesia. (2022). Alasan Mobil Listrik Tidak Laku di Indonesia [daringhttps://amp.kompas.com/nasional/read/2022/04/27/03000051/jumlah-penduduk-indonesia-2022">https://amp.kompas.com/nasional/read/2022/04/27/03000051/jumlah-penduduk-indonesia-2022 (diakses pada tanggal 22 Juni 2022)
Dirgantara, G. (2022). Menelisik Potensi di Balik Formula E Jakarta [daringhttps://www.netralnews.com/menelisik-potensi-di-balik-formula-e-jakarta/MmRBUlFNZ0U0aXN4cE9SNVVRRnJNZz09">https://www.netralnews.com/menelisik-potensi-di-balik-formula-e-jakarta/MmRBUlFNZ0U0aXN4cE9SNVVRRnJNZz09 (diakses pada tanggal 15 Juni 2022)
Fajri, R. (2021). Anies: Manfaat Formula-E Tidak Hanya untuk Jakarta, Juga Indonesia [daringhttps://mediaindonesia.com/megapolitan/440524/anies-manfaat-formula-e-tidak-hanya-untuk-jakarta-juga-indonesia"> https://mediaindonesia.com/megapolitan/440524/anies-manfaat-formula-e-tidak-hanya-untuk-jakarta-juga-indonesia (diakses pada tanggal 15 Juni 2022)
Indriani, A. (2022). Terungkap! Ini Alasan Sirkuit Formula E Dibangun di Bekas Rawa Ancol [daringhttps://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5890159/terungkap-ini-alasan-sirkuit-formula-e-dibangun-di-bekas-rawa-ancol"> https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5890159/terungkap-ini-alasan-sirkuit-formula-e-dibangun-di-bekas-rawa-ancol (diakses pada tanggal 11 Juni 2022)
KOMAHI. (2021). Green Politics [daringhttps://komahi.uai.ac.id/green-politics/"> https://komahi.uai.ac.id/green-politics/ (diakses pada tanggal 22 Juni 2022)
Kompas.com (2022). Jumlah Penduduk Indonesia 2022 [daringhttps://www.cnnindonesia.com/teknologi/20220412152357-384-783783/alasan-mobil-listrik-tidak-laku-di-indonesia"> https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20220412152357-384-783783/alasan-mobil-listrik-tidak-laku-di-indonesia (diakses pada tanggal 22 Juni 2022)
Koran SINDO. (2021). Menuai Manfaat Ekonomi dari Formula E Jakarta [daringhttps://nasional.sindonews.com/read/641139/16/menuai-manfaat-ekonomi-dari-formula-e-jakarta-1640671943/"> https://nasional.sindonews.com/read/641139/16/menuai-manfaat-ekonomi-dari-formula-e-jakarta-1640671943/ (diakses pada tanggal 15 Juni 2022)
Pribadi, A. (2021). Kementerian ESDM Akan Tuntaskan 100% Rasio Elektrifikasi di 2022 [daringhttps://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/kementerian-esdm-akan-tuntaskan-100-rasio-elektrifikasi-di-2022-"> https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/kementerian-esdm-akan-tuntaskan-100-rasio-elektrifikasi-di-2022- (diakses pada tanggal 11 Juni 2022)