KAJIAN ISU #5 : UPAYA PENANGANAN DALAM MENEKAN TINGGINYA ANGKA KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP PEREMPUAN (Policy Brief)

 

 

KAJIAN ISU

Policy Brief

UPAYA PENANGANAN DALAM MENEKAN TINGGINYA ANGKA KEKERASAN SEKSUAL TERHADAP PEREMPUAN

 

Dibuat oleh                : Peserta Solidarity 9

Disusun oleh              : Departemen Riset dan Kajian Strategis (RIKASTRA)

Latar Belakang

 

Dalam kehidupan sehari-sehari penting bagi kita untuk menjunjung tinggi norma-norma dan aturan yang sudah ditetapkan. Tak hanya itu, kita juga harus menjunjung martabat sesama manusia. Sayangnya, realita menunjukkan bahwa hak-hak serta martabat yang dimiliki perempuan kerap kali belum terpenuhi. Ditambah lagi dengan kondisi lingkungan yang patriarkis dimana perempuan kerap kali direndahkan dan menjadi korban dari kekerasan seksual.

Era modern ini, kesadaran masyarakat mengenai kekerasan seksual semakin meningkat. Lembaga-lembaga Internasional pun turut berperan dalam menyebarkan awareness akan isu sosial yang satu ini, tak terkecuali PBB. Melihat kekerasan seksual terhadap perempuan masih marak terjadi, PBB sebagai organisasi internasional yang beranggotakan 193 negara ini mengambil langkah membentuk sebuah konvensi yang berperan untuk menghapus segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan dengan cara mencapai kesepakatan Hak Asasi Internasional yang secara khusus mengatur hak-hak perempuan. Konvensi yang bernama The Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women (CEDAW) ini telah diratifikasi oleh 189 dari 195 negara di dunia.

Meskipun hampir seluruh negara di dunia telah meratifikasi CEDAW, namun faktanya pada beberapa negara di dunia masih ditemukan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak yang masih merajalela. Kami mengambil contoh 6 negara di dunia dari 189 negara yang telah meratifikasi CEDAW namun masih memiliki kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak yang tinggi sebagai bahan analisis mengenai latar belakang, situasi dan hambatan penanggulangan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak dari negara-negara terkait. Keenam negara tersebut antara lain: Filipina, India, Nigeria, Irak, El Salvador, dan Republik Demokratik Kongo.

Pembahasan

Permasalahan Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan di Negara Internasional

  • FILIPINA

Kasus kekerasan seksual pada perempuan menjadi isu penting di Filipina menurut Statista Research Department, per tahun 2021 jumlah korban kekerasan seksual terhadap perempuan mencapai angka 8,43 ribu jiwa yang bisa dikatakan jumlah ini sangat besar, walaupun angka tersebut menunjukkan penurunan secara bertahap dalam enam tahun terakhir.

Kekerasan seksual terhadap perempuan yang terjadi seperti pemerkosaan (termasuk percobaan pemerkosaan dan pemerkosaan sedarah), pelecehan seksual secara verbal (godaan/rayuan/pernyataan berbau seksualitas) dan non-verbal (tindakan mesum), serta adanya tren baru yaitu kekerasan berbasis gender online (OGBV). Selain itu, kekerasan seksual yang terjadi di FIlipina juga terjadi dalam bentuk lain seperti timpangnya kesetaraan akibat kekuasaan laki-laki yang mendominasi sehingga menimbulkan perasaan untuk bisa menundukkan perempuan. Pada kasus kekerasan seksual berbasis gender online terjadi peningkatan di Filipina pada saat pandemi Covid-19 di tahun 2020 dengan persentase kenaikan menjadi 165%, dimana jumlah kasus di tahun 2020 sebanyak 130 berdasarkan laporan yang diterima dan di tahun sebelumnya yaitu 2019 hanya ada 49 kasus.

  • INDIA

Kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak masih marak terjadi di India. Pada tahun 2011 National Crime Records Bureau (NCRB) melaporkan terdapat 228,650 laporan mengenai pelecehan seksual terhadap perempuan, sedangkan pada tahun 2021 NCRB melaporkan terdapat sekitar 4,280,278 laporan mengenai pelecehan seksual dimana hal tersebut merupakan 87% peningkatan dibandingkan tahun 2011. Adanya kekerasan seksual terhadap perempuan terutama yang terjadi di India disebabkan oleh diskriminasi berdasarkan gender dan juga strata sosial. Melihat kondisi internal India terhadap eksistensi perempuan yang jauh dari kata aman, kondisi ini pun mencuri perhatian organisasi-organisasi internasional dan negara-negara di dunia. Menurut survei yang dilakukan oleh Thomson Reuters Foundation pada tahun 2018, India menjadi negara yang paling berbahaya dan paling tidak aman bagi wanita di dunia. Berdasarkan survei tingkat kekerasan seksual, pelecehan terhadap perempuan, praktik budaya dan tradisi serta perdagangan manusia termasuk kerja paksa, perbudakan seks dan perbudakan rumah tangga, menobatkan India sebagai negara yang paling berbahaya bagi wanita setelah sebelumnya berada di urutan keempat pada tahun 2012 setelah Afganistan, Democratic Republik of Congo, dan Pakistan (Thomson Reuters Foundation, 2018).

  • NIGERIA

Mengutip dari pernyataan PBB, diperkirakan ada sekitar satu dari empat anak perempuan di Nigeria telah mengalami kekerasan seksual sebelum usia 18 tahun. Namun, menurut Tim Kekerasan Seksual dan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (DSVT), Nigeria menghadapi gelombang baru perkosaan dan serangan seksual terhadap perempuan hingga tiga kali lipat sejak pandemi Covid-19 bermula. Dalam penelitian tahun 2020 yang dilakukan oleh The Conversation, sebanyak 331 kasus pemerkosaan dianalisis selama periode lima tahun. Dari analisis tersebut, ditemukan bahwa lebih dari 90% korban pemerkosaan yang dilaporkan adalah perempuan dan 99%   pemerkosa adalah laki-laki. Sepertiga dari korban perempuan berusia antara 1–10 tahun, mereka yang berusia antara 11–20 tahun merupakan 46,1% dari korban dan korban berusia 21–30 terdiri dari 8,4%. Menurut National Agency for the Prohibition of Trafficking in Person (NAPTIP), 32 kasus pemerkosaan diamankan antara 2019 dan 2020. Ini bahkan lebih dari 700 kasus kekerasan seksual dilaporkan antara Januari–Mei 2020, selama masa-masa sulit lockdown nasional akibat COVID-19.

  • IRAK

Tingkat kasus kekerasan perempuan dan anak perempuan di Irak sangat tinggi serta diskriminasi budaya dan institusional juga sangat tinggi. 24% wanita dan anak perempuan yang berusia 10 tahun keatas melakukan pekerjaan rumah tangga yang tidak dibayar. Selain itu, di Irak terdapat kesenjangan di berbagai faktor salah satunya adalah kesenjangan upah gender. Wanita juga mendapatkan kekerasan fisik dan seksual, akses kepemilikan dibatasi dan masih banyak lagi diskriminasi yang  mereka terima. Wanita yang dianggap mencemarkan keluarga mereka karena telah melakukan perzinahan, menolak perjodohan, ataupun meminta cerai dapat diancam dengan pembunuhan demi sebuah kehormatan. Sistem hukum Irak melambangkan kekerasan dan diskriminasi berbasis gender.

Melalui undang-undang pidana yang membenarkan kekerasan, laki-laki menghukum perempuan yang melanggar norma budaya, dan melalui undang-undang diskriminatif atau yang merugikan perempuan dalam pelaksanaanya. Tidak adanya program untuk memberikan layanan hukum yang berfokus pada gender, perempuan yang tidak adanya sistem pengadilan keluarga tidak dapat mendapatkan akses ke pengacara yang akan mengadvokasi mereka dan menjelaskan pengalaman mereka sebagai korban kekerasan berbasis gender. Para tahanan perempuan Yang mendapatkan pelecehan seksual, seperti contohnya pemerkosaan, kekerasan dan pelecehan verbal, mereka tidak dapat kebutuhan yang terpenuhi seperti perawatan medis, pakaian dan kadang-kadang makanan. Penangkapan dan penahanan kriminal menempatkan korban pada risiko pelecehan lebih lanjut atau dibunuh oleh keluarga mereka setelah dibebaskan karena tidak menghormati keluarga, dan pusat-pusat penahanan terkadang berakhir sebagai tempat perlindungan untuk mencegah keluarga membunuh perempuan dan anak perempuan yang berisiko melakukan pembunuhan demi kehormatan. Selama dalam tahanan, kondisi tidak terpantau, tidak ada pemeriksaan dan pemantauan persidangan secara berkala terhadap pelaksanaan undang-undang dan prosedur hukum yang diskriminatif terhadap perempuan baik dalam sistem peradilan pidana maupun peradilan keluarga.

  • EL SALVADOR

Kekerasan terhadap perempuan di El Salvador memiliki peningkatan yang signifikan dengan puncaknya ialah femicide. Fenomena ini menandakan bahwa adanya perbedaan status yang tidak setara antara laki laki dan perempuan semakin menguatkan budaya machismo dalam struktur masyarakat patriarkis di El Salvador, sehingga “budaya kekerasan” dan “budaya diam” dapat diterima secara umum.

Pada tanggal 26 november 2016 di markas besar PBB di Wina, Austria, dilakukan legitimasi penanganan kasus tersebut atau disebut Symposium Femicide. Hasilnya diperoleh ‘declaration of the Vienna symposium on femicide’. Dengan beberapa bentuk Femicide:

    • Pembunuhan terhadap perempuan diakibatkan oleh pasangan sah-nya
    • Penyiksaan dan pembunuhan yang misoginis terhadap perempuan
    • Pembunuhan perempuan dan anak perempuan yang diatasnamakan kehormatan
    • Penargetan perempuan dan anak dalam konteks konflik bersenjata
    • Pembunuhan terkait mahar wanita
    • Pembunuhan terhadap perempuan karena orientasi seksual dan gender mereka
    • Pembunuhan terkait geng, pengedar narkoba, perdagangan

Budaya kekerasan terhadap perempuan ini tidak muncul tanpa sebab melainkan memiliki akar sejarah yang panjang dan terstruktur. Budaya maskulinitas yang sangat melekat dalam kehidupan masyarakat di El Salvador dan terwujud dalam budaya Machismo mempertegas bagaimana dominasi yang dimiliki oleh kaum pria terhadap kaum perempuan. Perempuan seperti dianggap sebagai hak milik dan pemilik bebas untuk memperlakukan miliknya sesuai dengan kehendaknya termasuk yang berwujud kekerasan.

Selain budaya patriarki yang sangat melekat tersebut, sejarah perang saudara yang panjang turut mempengaruhi tindakan kekerasan dalam kehidupan masyarakat di El Salvador dan terutama yang menjadi korban adalah perempuan dan anak perempuan. Kekerasan yang terjadi justru dilakukan oleh orang-orang terdekat seperti suami, mantan suami, maupun pacar sehingga mengakibatkan ketidakamanan bagi perempuan. Dengan berbagai macam aksi kriminalitas yang terjadi, perempuan dan anak-anak menjadi korban dengan persentase tertinggi. Kekerasan yang terjadi Sebagian besar dilakukan oleh laki-laki ditambah budaya Machismo yang memperburuk keadaan di El Salvador.

  • RD KONGO

Banyaknya kekerasan di RD Kongo dilatarbelakangi oleh konflik yang berlanjut dan ketegangan politik yang meningkat dalam koalisi yang berkuasa menyebabkan negara ini dalam krisis kemanusiaan. Kekerasan seksual terkait konflik yang terjadi tetap menyebar luas di provinsi Kivu Utara, Kivu Selatan, Ituri dan Tanganyika. Pada tahun 2020, Misi Stabilisasi Organisasi PBB di RD Kongo (MONUSCO) mencatat 1.053 kasus kekerasan seksual terkait konflik, yang korbannya mencapai 675 perempuan, 370 anak perempuan, 3 laki-laki, dan 5 anak laki-laki, 177 berasal dari tahun-tahun sebelumnya. Pemerkosaan, pemukulan, penganiayaan, dan pelecehan verbal dan nonverbal terus menimpa perempuan di RD Kongo meskipun konflik mulai mereda. Kekerasan terhadap perempuan dilakukan oleh kelompok bersenjata, aparat keamanan pemerintah RD Kongo, pekerja tambang di lokasi tambang mineral dan masyarakat di lingkungan sekitar. Perempuan kehilangan haknya untuk merasa aman dalam aktivitasnya sehingga beberapa anak-anak perempuan tidak mendapatkan pendidikan yang baik.

Upaya Pemerintah Dalam Menangani Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Perempuan

  • FILIPINA
    • Membuat Undang-Undang Republic Act 11313 atau biasa dikenal dengan ‘Safe Spaces Act’.

UU ini mencakup semua bentuk pelecehan seksual berbasis gender (GBSH) yang dilakukan di ruang publik, lembaga pendidikan atau pelatihan, tempat kerja dan ruang online. Beberapa pelanggaran seperti menguntit, mengekspos bagian pribadi, meraba-raba baik verbal maupun non-verbal jika mengganggu dan mengancam ruang pribadi seseorang maka akan  terkena  pasal dalam UU yang berlaku. Bagi pelanggar yang berasal dari Filipina akan dideportasi setelah menjalani hukuman penjara dan membayar denda serta Filipina.

    • Membentuk Republic Act 9710 atau dikenal sebagai Magna Carta of

Merupakan hukum hak asasi perempuan dengan mengakui, melindungi, memenuhi, dan memajukan hak-hak perempuan Filipina, terutama yang berada di sektor-sektor yang terpinggirkan. Magna Carta of Women juga merupakan implementasi dari CEDAW yang diratifikasi oleh Filipina pada tanggal 5 Agustus 1981.

    • Membentuk Republic Act 9262 atau Anti-Violence Against Women and their Children Act thuan

Ini merupakan UU yang berusaha untuk mengatasi prevalensi kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak mereka (VAWC) oleh pasangan intim mereka seperti suami atau mantan suami, pasangan hidup atau mantan pasangan hidup, pacar/pacar atau mantan pacar, pasangan kencan atau mantan pasangan kencan.

  • INDIA
    • Melakukan Kerjasama dengan UN Women

Sejak diresmikannya UN Women sebagai salah satu agenda PBB. UN Women telah mendirikan kantor pusatnya di India yang berbasis di New delhi dan mencakup terhadap pelayanan empat negara yakni India, Bhutan, Maladewa dan Sri Lanka. Secara umum, tugas UN Women di India adalah untuk memperkuat hak-hak perempuan dengan cara bekerjasama antar perempuan, laki-laki, kaum feminis atau gerakan perempuan, pemerintah, otoritas lokal, dan masyarakat sipil guna untuk menciptakan strategi nasional dalam memajukan kesetaraan  gender yang sejalan dengan prioritas nasional maupun internasional.

UN Women bersama dengan pemerintahan India melakukan beberapa program sebagai upaya untuk mengurangi kekerasan terhadap perempuan seperti melakukan pemberdayaan perempuan, melakukan pelatihan kepada kepolisian dan militer perempuan. Dengan adanya kerjasama antara pemerintah India dan UN Women diharapkan nantinya akan mengurangi tingginya tingkat kekerasan yang terjadi di India.

    • Mengesahkan Undang-Undang Pelecehan Seksual Perempuan di Tempat Kerja, 2013

Pada tahun 2013, Pemerintah India mengesahkan, UU Pelecehan Seksual Perempuan Di Tempat Kerja (Pencegahan, Larangan & Ganti Rugi), 2013 yang asal-usulnya berasal dari putusan Mahkamah Agung Vishaka yang disampaikan pada tahun 1997, pada putusan ini, dihasilkan definisi dari istilah pelecehan seksual dan juga menetapkan pedoman untuk perempuan yang bekerja terlepas dari pekerjaan mereka di sektor publik atau sektor swasta. Tragedi mengerikan 16 Desember 2012 yang juga dikenal sebagai tragedi Nirbhaya,  juga menjadi salah satu sumber dari terciptanya Undang-Undang ini.

    • Melegalkan Undang-Undang Nirbhaya, 2013

Nirbhaya Act 2013 adalah Undang-Undang yang disahkan oleh Lok Sabha pada 19 Maret 2013, dan Rajya Sabha pada 21 Maret 2013, serta mendapat persetujuan oleh Presiden India saat itu, Draupadi Murmu pada 23 Maret 2013. Nirbhaya Act mulai diberlakukan pada 03 Februari 2013. Alasan utama dibalik Nirbhaya Act adalah insiden di New Delhi pada tanggal 16 Desember 2013. Insiden ini menunjukkan perlunya reformasi mendalam secepat mungkin dalam Undang-Undang pemerkosaan  di India. Nirbhaya Act disahkan untuk membawa amandemen Undang-Undang yang berkaitan dengan Indian Penal Code tentang pelanggaran seksual dan Indian Evidence Act and Code tentang hukum pidana. Tindak pidana yang dimaksud diantaranya adalah kekerasan seksual, pelecehan seksual, menguntit, voyeurisme, dan acid attacks sebagai pelanggaran yang ditetapkan didalam Indian Evidence Act and Code.

  • NIGERIA
    • Mengeluarkan konstitusi Bagian 34  dari  Konstitusi  Republik  Federal Nigeria, 1999.

Setiap individu berhak untuk menghormati martabat pribadinya, oleh karena itu:

      • Tidak ada orang      yang     boleh     disiksa     atau     diperlakukan       tidak manusiawi atau direndahkan martabatnya;
      • Tidak seorang pun boleh menjadikan seseorang budak atau dijadikan budak; dan
      • Tidak ada orang yang diwajibkan untuk melakukan kerja
    • Membuat Undang-Undang

Dibuat oleh badan legislatif negara bagian untuk negara bagian mereka dan yang dibuat oleh badan legislatif federal untuk wilayah Ibu Kota Federal dengan berfokus pada pelecehan seksual.

    • KUHP yang berlaku di bagian selatan Nigeria berisi ketentuan yang mengkriminalisasi pelanggar pelecehan KUHP ini berisi ketentuan tentang pelecehan seksual yang dapat ditemukan dalam pasal 351–361.
    • KUHP yg berlaku di bagian utara Nigeria adalah KUHP yang mengacu pada pelecehan seksual sebagai penyerangan tidak senonoh dan memiliki ketentuan untuk pelanggarannya di bagian 281, 282 dan
    • Negara Bagian Kano dari Nigeria Utara (dengan Hukum KUHP Negara Bagian Kaduna, 2017) dan Negara Bagian Lagos dari Nigeria Selatan (dengan Hukum Pidana Negara Bagian Lagos, 2011) dengan jelas memberikan, mendefinisikan, dan mengkriminalisasi para pelaku pelecehan seksual dengan hukuman yang
  • IRAK
    • Ratifikasi CEDAW

Meratifikasi Konvensi  Penghapusan  Segala  Bentuk  Diskriminasi Terhadap Perempuan (CEDAW) pada tahun 1986. Dengan meratifikasi CEDAW pemerintah Irak sepakat untuk tidak hanya menjalankan langkah-langkah untuk menghilangkan dan mencegah diskriminasi, tetapi juga langkah-langkah proaktif yang dirancang untuk mengedepankan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dan untuk mengubah budaya gender di Irak.

    • Reformasi Legislatif

Pemerintah Irak melakukan reformasi legislatif, khususnya adopsi, pada tahun 2015, dari Partai Buruh UU (No. 37), yang menjamin kesetaraan antara perempuan dan laki-laki dan  melarang  diskriminasi dan pelecehan seksual di tempat kerja

    • Mengimplementasikan Resolusi Dewan Keamanan

Menjalankan pencegahan konflik dan proses pembangunan perdamaian, serta pencegahan dan tanggapan terhadap kekerasan seksual.

    • Pembentukan Komisi di dalam Dewan Kehakiman Tertinggi

Komisi ini terdiri dari para pensiunan hakim, untuk meninjau undang-undang yang diskriminatif, termasuk dalam KUHP (UU No. 111 Tahun 1969), KUHAP (UU No. 23 Tahun 1971) dan UU Status Pribadi (No. 188 Tahun 1959).

    • Kebijakan Pembangunan Nasional

Pemerintah menerapkan beberapa strategi dan kebijakan khususnya rencana pembangunan nasional (2018–2022), di mana kesetaraan gender diidentifikasi sebagai prioritas utama untuk pelaksanaan Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan.

    • Adopsi Rancangan UU Penyintas kejahatan ISIL

Mengadopsi rancangan undang-undang tentang penyintas kejahatan yang dilakukan oleh ISIL untuk mengakui dan menanggapi penderitaan wanita Yazidi yang ditahan oleh ISIL.

    • Pemberian Layanan Hukum, Mediasi Sosial dan Medis

Heartland Alliance bekerja sama dengan LSM Irak di enam kegubernuran di selatan, tengah,dan utara Irak untuk memberikan layanan hukum,mediasi sosial dan medis langsung kepada para korban kekerasan berbasis gender dalam sistem peradilan pidana dan sistem pengadilan keluarga. Heartland bertujuan untuk mengurangi kekerasan institusional dan sanksi hukum terhadap perempuan dan anak perempuan di Irak.

    • Memastikan Ketersediaan Kuota bagi Keterwakilan Perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat

Pemerintah memastikan penerapan kuota minimal 25 persen untuk keterwakilan perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat dan adopsi keputusan Kabinet No. 99 (2015), yang mendorong kementerian untuk merekrut wanita ke posisi tingkat senior. lebih lanjut, pemerintah mengadopsi Undang-Undang Partai Politik (No. 36 Tahun 2015) mengatur perempuan untuk diwakili dalam komite pendiri dan komite umum partai.

    • Meningkatkan Akses bagi Perempuan dalam Layanan dan Perawatan Kesehatan

Pemerintah meningkatkan akses bagi perempuan untuk perawatan kesehatan dan pelayanan terkait kesehatan, terutama yang berkaitan dengan pencegahan kanker payudara dan melalui pelaksanaan strategi nasional untuk kesehatan reproduksi, ibu dan anak.

  • EL SALVADOR

Pemerintah El Salvador sendiri telah membuat aturan hukum secara nasional serta menandatangani dan meratifikasi berbagai konvensi baik di tingkat regional hingga global termasuk CEDAW, namun upaya ini belum berdampak secara signifikan terhadap upaya degradasi fenomena femicide di El Salvador. Pada tahun 2012 kepolisian El Salvador membentuk unit khusus yang mencegah kasus-kasus tindakan kekerasan pada perempuan yang berikutnya berkembang menjadi femicide. Kemudian, Jaksa Agung El Salvador pada tahun 2018 mengumumkan pembentukan unit baru untuk mengawasi kejahatan terkait kekerasan terhadap perempuan, anak perempuan, dan kelompok lain yang rentan terhadap kekerasan. Pihak berwenang perlahan-lahan mengatur untuk memperbaiki keadaan. Total kasus femicide turun 20% antara 2017 dan 2018 menjadi 383 kasus. Kemudian, dalam empat bulan pertama tahun 2019, 30% lebih sedikit perempuan yang meninggal karena femicide dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Tapi pada bulan April, 76 perempuan dan anak perempuan dibunuh hanya karena dianggap perempuan.

  • RD KONGO

Membuat Undang-Undang tentang kasus kekerasan seksual di RD Kongo.

    • UU 06/019        tanggal        20      Juli      2006,       Mengubah        dan Menyempurnakan Dekrit 6 Agustus 1959 Terkait KUHAP Kongo. Pernikahan          paksa        dan       dini,                 Kekerasan              berbasis       gender           pada umumnya: Pelecehan Seksual, Kekerasan Seksual, dan pemerkosaan, perkosaan atau penodaan menurut Undang-Undang.

Amandemen KUHP Kongo tahun 2006 memiliki tujuan yang dinyatakan secara eksplisit untuk membawa UU Kongo yang berkaitan dengan kekerasan seksual sejalan dengan standar internasional. Usia minoritas dinaikkan dari 14 menjadi 18, definisi pemerkosaan diperluas, dan jenis kekerasan seksual baru dikriminalisasi.

Hambatan Negara Internasional Dalam Merealisasikan Upaya-upaya yang Telah Dibuat

  • FILIPINA
    • Adanya budaya bungkam bagi para korban kekerasan seksual di Filipina. Budaya bungkam ini dilakukan korban karena ketakutan mereka terhadap sanksi moral dari masyarakat, seperti disudutkan atau
    • Budaya tutup mata yaitu masyarakat menganggap pemerkosaan adalah masalah pribadi bahkan menyalahkan perempuan yang menjadi korban, hal ini menjadi penyebab banyaknya kasus pemerkosaan yang tidak
    • Adanya sanksi moral bagi korban dari Sikap apatis dan menyalahkan korban dikarenakan banyak masyarakat Filipina yang pemikirannya masih tradisional karena mereka menerapkan pemikiran, kebudayaan, dan pemahaman zaman dulu.
    • Tidak mendapatkan penanganan dan perhatian serius dari negara. Hal tersebut akan membuat korban merasa bahwa melaporkan pelaku kekerasan seksual adalah tindakan yang sia-sia dimana ini semakin membuat kasus kekerasan seksual akan meningkat karena tidak adanya sanksi yang tegas dari pemerintah kepada
  • INDIA

Kendala yang dihadapi UN Women di India ada beberapa hal yaitu dimana India memiliki pola pikir patriarki sehingga menimbulkan kurangnya kesadaran untuk menghormati perempuan sebagai manusia yang setara, bahkan bagi para sebagian laki-laki seorang istri tidak boleh bekerja selain di rumah dan harus selalu patuh pada suaminya, namun bukan hanya itu saja budaya yang sudah tertanam dalam negara India tersebut yang menjadi kendala bagi UN Women dalam membantu Pemerintah India mengatasi kasus kekerasan terhadap perempuan di India. Budaya patriarki adalah salah satu hambatan terbesar dalam mengakhiri kekerasan terhadap perempuan di wilayah ini. Dimana perempuan merasa bahwa laki-laki sangat berkuasa dan begitu juga sebaliknya dimana laki-laki merasa bahwa mereka adalah raja di dalam kehidupan ini.

Kendala lain yang dihadapi UN Women sendiri bahwa setelah Pemerintah India menandatangani ratifikasi CEDAW hukum di terapkan masih sangat kurang dalam membantu perempuan di India dalam menjauhkan mereka dari segala bentuk kekerasan. Hukum-hukum yang ada hanya bersifat tulisan dengan tidak adanya kerjasama dari instansi-instansi di India untuk turut mengimplementasikan Undang-Undang mereka yang berkaitan dengan pelarangan segala bentuk kekerasan seksual terhadap perempuan. Banyaknya kendala yang dihadapi oleh Pemerintah India membuat mereka sangat kesulitan dalam mengatasi kasus kekerasan seksual di negaranya sendiri. Hingga saat ini pun Pemerintah India masih terus berusaha untuk mengurangi angka terjadinya kasus kekerasan seksual terhadap perempuan.

  • NIGERIA
    • UU yang dibuat pemerintah dinilai tidak cukup kuat.

Banyak masyarakat yang mengkritik hukum tersebut dikarenakan menurut mereka, UU yang pemerintah buat sangat menyulitkan untuk mempidanakan pelaku kekerasan seksual dan justru memojokkan perempuan ketika mereka menjadi korban kekerasan seksual.

    • Penegak hukum yang tidak tegas

Beberapa korban dan keluarga korban takut di stigmatisasi, diperas oleh polisi, serta kurang percaya dalam proses peradilan, sehingga mereka memilih untuk tidak melaporkan kasus kepada pihak berwenang. Kejaksaan juga dituduh menghapus kemungkinan korban mendapatkan keadilan di meja hijau. UU tersebut memang dapat membantu memberi hukuman bagi para pelaku, namun tindakan yang dilakukan untuk korban masih minim. Korban pelecehan seksual kurang diperhatikan karena korban masih merasa tidak aman, berkubang dalam trauma fisik, emosional dan psikologis.

  • IRAK

Hambatan yang dihadapi oleh pemerintah Irak untuk melakukan upayapemberantasan kekerasan seksual berkutat dalam keadaan  sosial  yang masih sangat konservatif, budaya yang bersifat patriarki dan  masyarakat yang masih sangat menjunjung norma-norma budaya. Bahkan atas nama martabat keluarga, tidak jarang perempuan yang justru menjadi korban kekerasan seksual malah mendapat perlakuan tidak pantas dan lebih parah lagi mereka bisa saja dibunuh karena rasa malu keluarga yang menganggap anaknya melakukan zina.

  • EL SALVADOR

Machismo di El Salvador telah menjadi budaya yang mengakar di masyarakat, dominasi pria terhadap kehidupan perempuan di negara ini begitu sulit diatasi, budaya machismo ini kemudian menjadi semakin parah ketika berasosiasi dengan budaya gangster di negara tersebut, akhirnya yang terjadi ialah budaya femicide yang merupakan hasil paling ekstrim dari budaya machismo di negara tersebut, dimana wanita dan anak anak perempuan dibunuh yang sarat dengan perilaku misoginis pria. Akibat ketakutan pada budaya femicide yang terjadi maka muncul “budaya diam” pada perempuan El-Salvador. Ini menjadi hambatan paling besar bagi pemerintah El-Salvador karena mengubah budaya yang telah mengakar artinya harus mengubah pola pikir mayoritas orang di negara  tersebut, dalam mengubah pola pikir membutuhkan program edukasi yang membutuhkan waktu dan anggaran yang tidak sedikit karena melibatkan kelompok lintas generasi.

Ditambah  lagi   aksi   machismo   kerap   diasosiasikan   dengan   aksi kekerasan gangster secara yang secara aktif memberikan efek domino terhadap multikompleksitas masalah lainnya pula seperti femicide dan human trafficking, artinya hambatan yang dihadapi oleh pemerintah bertambah, selain program edukasi, ada program penindakan  kekerasan yang sudah mengakar di negara tersebut.

Kedua hal diatas juga membutuhkan dana dalam mendanai program-program pencegahannya, sementara pemerintah El-Salvador masih kesulitan dalam melakukan  hal  tersebut, karena ada sektor-sektor lain yang menjadi prioritas sehingga ada pemindahan alokasi dana penanganan kekerasan seksual ke anggaran proyek pembangunan.

Selain itu disampaikan sebelumnya pula bahwa ada “budaya diam” di kalangan wanita El-Salvador, ini dipengaruhi oleh sistem birokrasi pengadilan di El-Salvador yang begitu sulit, sehingga upaya-upaya untuk menuntut keadilan yang dilakukan oleh korban kekerasan berpotensi untuk terhambat untuk dibahas di meja hijau, sehingga menempatkan mereka dalam posisi yang lebih berbahaya karena tidak dijamin perlindungannya.

Selain itu lembaga penegak hukum juga tidak benar-benar profesional, bahkan individunya terlibat dalam aksi kekerasan seksual, sebagai contoh ada laporan dari Polisi Wanita di El Salvador pada tahun 2012 yang menangani dan mengirimkan kolega prianya yang merupakan sesama polisi ke penjara karena kasus kekerasan terhadap istrinya.

  • RD KONGO
    • Kekerasan seksual yang dilakukan atas dasar etnisitas dimana perempuan berturut-turut menjadi sasaran kelompok bersenjata lain karena latar belakang etnisnya, salah satunya
    • Kekerasan seksual sebagai instrumen teror. Mayi-mayi dikenal karena praktik ritualistik mereka yang bertujuan untuk melindungi  mereka dari nasib buruk dan dilaporkan bahwa dengan memperkosa beberapa wanita asal etnis itu, mereka diberi kekuatan magis dan bisa mendapatkan keberuntungan.
    • Stigma yang mengakar dan budaya diam yang mendominasi masyarakat. Sebagai bentuk konflik dan menciptakan sistem sosial yang menunjukkan bentuk kekejaman atas dominasi laki-laki secara sosial. Keluarga dan masyarakat korban kekerasan seksual RD Kongo belum siap menerima akibat dari tindakan yang dilakukan akibat perang Korban terkadang dipaksa untuk diam atau melindungi diri demi keselamatan masa depannya agar tidak diabaikan dalam masyarakat sebagai bentuk stigma sosial (HRW 2002). Alasan lain tidak berakhirnya kasus kekerasan seksual yang dilakukan oleh penduduk sipil di masyarakat adalah karena menggambarkan kesamaan pemerkosaan dengan impunitas. Dalam beberapa kasus ditemukan sistem peradilan tetapi ada pula yang lebih dalam masa percobaan dan ada pula yang masih dalam vonis bersalah sehingga sebagian besar dari mereka dapat lolos dari hukuman.

 

Kesimpulan

Dikarenakan adanya suatu hal yang menjadi kesamaan (common ground) antara negara Filipina, India, Nigeria, Irak, El Salvador, dan RD Kongo terkait kasus kekerasan seksual terhadap perempuan yang mereka alami di negaranya, antara lain: Masih adanya budaya patriarki yang melekat di masyarakat; Aturan yang pemerintah buat tidak tegas sehingga hukum yang ada dirasa percuma; Budaya bungkam dari korban dikarenakan masyarakat yang selalu menyalahkan korban kekerasan seksual; Pendidikan tentang sex education yang masih belum diterapkan secara menyeluruh di sekolah-sekolah; Pemikiran masyarakat yang masih tradisional, sehingga menganggap bahwa korban kekerasan seksual merupakan aib keluarga dan biasanya korban sering mendapatkan sanksi sosial; dan lain sebagainya.

Dengan adanya latar belakang yang sama di antara enam negara tersebut mengenai kasus kekerasan seksual terhadap perempuan, maka selaku penulis ada beberapa rekomendasi kebijakan yang ditawarkan. Poin-poin rekomendasi kebijakan yang dapat dilakukan oleh ke-6 negara tersebut, antara lain:

  • Pembentukan lembaga perlindungan bagi
  • Pemberian layanan medis dan psikologis yang didanai oleh
  • Pemberian pendampingan hukum bagi para
  • Kerjasama dan kolaborasi dengan Non-Government Organization (NGO).
  • Pembentukan LSM atau NGO lokal sebagai pengawas pemerintah dalam menangani kasus kekerasans

 

Daftar Referensi:

Diskusi Ilmiah Solidarity 9 – HIMAHI FISIP UNMUL.

Action4Justice Nigeria (2022) What does the law say about sexual harassment? [daringhttps://nigeria.action4justice.org/legal_areas/sexual-harassment-in-the-workplace/what-does-the-law-say-about-sexual-harassment/">https:/ www.google.com/url?q=https:/ www.google.com/url?q%3Dhtt ps:/ nigeria.action4justice.org/legal_areas/sexual-harassment-in-the- workplace/what-does-the-law-say-about-sexual-harassment/%26amp; sa%3DD%26amp;source%3Deditors%26amp;ust%3D1664385606825643

%26amp;usg%3DAOvVaw3u0E_oyYONORENTpjyGQhG&sa=D&source=d ocs&ust=1664385606845087&usg=AOvVaw0xaqnmwfPxxwGLUKJYBZtv (diakses pada 28 september 2022)

Amnesty International. (2021). Nigeria: Failure to tackle rape crisis emboldens perpetrators       and      silences                             survivors                    [daringhttps://www.amnesty.org/en/latest/news/2021/11/nigeria-failure-to-tackle-rape-crisis-emboldens-perpetrators-and-silences-survivors/">https:/   www.google.com/url?q=https:/    www.google.com/url?q%3Dhtt ps:/ www.amnesty.org/en/latest/news/2021/11/nigeria-failure-to-tac kle-rape-crisis-emboldens-perpetrators-and-silences-survivors/%26a mp;sa%3DD%26amp;source%3Deditors%26amp;ust%3D1664385344293 252%26amp;usg%3DAOvVaw3Y3ToIPCVrdQqBwlCM95Pi&sa=D&source= docs&ust=1664385344311758&usg=AOvVaw2e5IumIFahLqQFBqKoPRuk (diakses pada 28 september 2022)

CHUKWUAJAH, NCHETACHI. (2022). Will Nigeria’s War Against Rape, Sexual Offences Ever     Be                          Won?          [daringhttps://tribuneonlineng.com/will-nigerias-war-against-rape-sexual-offences-ever-be-won/#%3A~%3Atext%3DThis%20is%20even%20as%20over%2Cthe%20second%20quarter%20of%202015">https:/ www.google.com/url?q=https:/ www.google.com/url?q%3Dhtt ps:/ tribuneonlineng.com/will-nigerias-war-against-rape-sexual-offen ces-ever-be-won/%2523:~:text%253DThis%252520is%252520even%252

 

520as%252520over,the%252520second%252520quarter%252520of%252 5202015%26amp;sa%3DD%26amp;source%3Deditors%26amp;ust%3D16 64384971156916%26amp;usg%3DAOvVaw3eJYV0YQ0fgMrlLJ9LQyk4&sa= D&source=docs&ust=1664384971175732&usg=AOvVaw15dTY5YsS0Tnc5bo MxYCaz (diakses pada 28 september 2022)

Committee CEDAW. (2019). Committee on the Elimination of Discrimination Against Women Concluding Observations on the Seventh Periodic Report of                Iraq                               [daringhttps://digitallibrary.un.org/record/3838744">https:/ digitallibrary.un.org/record/3838744 (diakses pada 27 September 2022)

Djamaluddin, D. (2018). Hari Penghapusan Kekerasan Seksual dan Pengalaman Saya       di      Irak      [daringhttps://www.kompasiana.com/dasmandjamaluddin/5b29b7a5cf01b46202334992/haripenghapusan-kekerasan-sexual-dan-pengalaman-saya-di-irak">https:/ www.kompasiana.com/dasmandjamaluddin/5b29b7a5cf01b4620 2334992/haripenghapusan-kekerasan-sexual-dan-pengalaman-saya-di

-irak (diakses pada 27 September 2022)

DW.com. (2022). Kekerasan Geng Meningkat, El Salvador Umumkan Status Darurat     [daringhttps://www.dw.com/id/kekerasan-geng-meningkat-el-savador-umumkan-statusdarurat/a-61277440">https:/ www.dw.com/id/kekerasan-geng-meningkat-el-savador-umu mkan-statusdarurat/a-61277440 (diakses pada 2 Oktober 2022)

ECPAT    Philippines.        Programs      and     Campaigns       [daringhttp://www.ecpatphilippines.org/the-anti-child-pornography-camp">www.ecpatphilippines.org/the-anti-child-pornography-camp aign (diakses pada tanggal 1 Oktober 2022)

ECPAT Philippines. Global Monitoring, Status of Action Against Commercial Sexual   Exploitation     of     Children     [daringhttp://www.ecpat.org/wp">www.ecpat.org/wp

 

content/uploads/legacy/a4a_v2_eap_philippines.pdf (diakses pada tanggal 1 Oktober 2022)

Get Legal India. (2021). Nirbhaya Act | Criminal Law (Amendment) Act, 2013 [daringhttps://getlegalindia.com/nirbhaya-act/">https:/ getlegalindia.com/nirbhaya-act/ (diakses pada 28 September 2022)

Gilang Mukni Rukmana. (-). Strategi IACHR Menggunakan Sistem Transnasional Advocacy Network (TAN) dalam Memperkuat Gerakan Anti Femicide di Honduras      dan      El      Salvador       [daringhttps://repository.unair.ac.id/80037/3/JURNAL_THI.06%2018%20Ruk%20s.pdf">https:/ repository.unair.ac.id/80037/3/JURNAL_THI.06%2018%20Ruk

%20s.pdf (Diakses pada 2 Oktober 2022)

Hamilton,           Anthony.          (2022).          Nigeria           [daringhttps://www.britannica.com/place/Nigeria">https:/   www.google.com/url?q=https:/    www.google.com/url?q%3Dhtt ps:/ www.britannica.com/place/Nigeria%26amp;sa%3DD%26amp;sour ce%3Deditors%26amp;ust%3D1664383732804741%26amp;usg%3DAOvV aw398vVeHHR6qRTFqssq1vGc&sa=D&source=docs&ust=16643837328245 96&usg=AOvVaw0LHu3BeQ6v8JqJ3bpXoCNK           (diakses   pada   28 september 2022)

Hidayatullah. (2019). Nigeria Ajukan RUU Anti-pelecehan Seksual [daringhttps://hidayatullah.com/berita/internasional/read/2019/10/10/171940/nigeria-ajukan-ruu-antipelecehan-seksual.html">https:/ www.google.com/url?q=https:/ www.google.com/url?q%3Dhtt ps:/ hidayatullah.com/berita/internasional/read/2019/10/10/171940/ nigeria-ajukan-ruu-antipelecehan-seksual.html%26amp;sa%3DD%26am p;source%3Deditors%26amp;ust%3D1664383732805098%26amp;usg%3 DAOvVaw3KdosPbaGbDrz9yYkQsujN&sa=D&source=docs&ust=16643837 32824708&usg=AOvVaw3OGoO7TgzUKLhWSKMJADGb (diakses pada 28 juli 2022)

 

Kemendikbud Ristek. Apa Itu Kekerasan Seksual? [daringhttps://merdekadarikekerasan.kemdikbud.go.id/kekerasan-seksual/">https:/ merdekadarikekerasan.kemdikbud.go.id/kekerasan-seksual/

Kusuma, Y. (2013). Peran UNICEF Atas Perlindungan Kekerasan Seksual terhadap Perempuan dalam Konfiik di Republik Demokratik Kongo (2004-2008) (Doctoral dissertation, UNIVERSITAS AIRLANGGA) [daringhttps://www.lawctopus.com/academike/criminal-law-amendment/">https:/ www.lawctopus.com/academike/criminal-law-amendment/ (diakses pada 27 September 2022)

LII. 2016. International Case Law Democratic Republic of Congo [daringhttps://www.law.cornell.edu/women-and-justice/location/democratic_republic_of_congo">https:/ www.law.cornell.edu/women-and-justice/location/democra tic_republic_of_congo (diakses pada 27 September 2022)

Mustika, D. (2022). Kekerasan Seksual Terhadap Anak dalam Perspektif HAM [daringhttps://kawanhukum.id/kekerasan-seksual-terhadap-anak-dalam-perspektif-ham/">https:/ kawanhukum.id/kekerasan-seksual-terhadap-anak-dalam-pers pektif-ham/ (diakses pada 27 September 2022)

Noviyanti. (2021). Peran Un Women dan Pemerintah India Dalam Mengatasi Kekerasan Seksual di India Periode (2015-2017) [daringhttps://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/61275/1/NOVIYANTI.FISIP.pdf">https:/ repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/61275/1/ NOVIYANTI.FISIP.pdf (diakses pada 28 September 2022).

 

Obiezu, Timothy. (2020). Kasus Perkosaan dan Kekerasan Seksual di Nigeria Naik Selama        Lockdown                        Covid-19              [daringhttps://www.voaindonesia.com/a/kasus-perkosaan-dan-kekerasan-seksual-di-nigeria-naik-selama-lockdown-covid-19-/5484380.html">https:/ www.voaindonesia.com/a/kasus-perkosaan-dan-kekerasan-sek sual-di-nigeria-naik-selama-lockdown-covid-19-/5484380.html  (diakses pada 27 September 2022)

Orjinmo, Nduka. (2020). Perempuan Nigeria, #WeAreTired, angkat suara setelah gelombang    kekerasan                             seksual                 [daringhttps://www.bbc.com/indonesia/majalah-52932932.amp">https:/ www.google.com/url?q=https:/ www.google.com/url?q%3Dhtt ps:/ www.bbc.com/indonesia/majalah-52932932.amp%26amp;sa%3DD

%26amp;source%3Deditors%26amp;ust%3D1664385344294024%26amp; usg%3DAOvVaw3Uwuktfi-2ixy00n6elWwc&sa=D&source=docs&ust=166 4385344311985&usg=AOvVaw3fDG8YqtIZTJTIJt0wcc-C (diakses pada 28 september 2022)

Purnama, D. S., Pentingnya “Sex Education” Bagi Remaja [daringhttps://legislative.gov.in/actsofparliamentfromtheyear/sexual-harassment-womenworkplace-prevention-prohibition-and-redressal">https:/ legislative.gov.in/actsofparliamentfromtheyear/sexual-harassm ent-womenworkplace-prevention-prohibition-and-redressal (diakses pada 27 September 2022).

Statista. 2022. Number of cases of violence against women and children Philippines         2016-2021   [daringhttps://www.statista.com/statistics/1264780/philippines-cases-of-violence-against-women-and-children/">https:/ www.statista.com/statistics/1264780/philippines-cases-of-viol ence-against-women-and-children/ (diakses pada 26 September 2022)

Sumunarsih, Saras Bening. (2021) Mengenal CEDAW, Konvensi Mengenai Diskriminasi                                       Terhadap           Perempuan        [daringhttp://www.parapuan.co/read/532808765/mengenal-cedaw-konve">www.parapuan.co/read/532808765/mengenal-cedaw-konve nsi-mengenai     diskriminasi-terhadap-perempuan              (diakses              pada tanggal 28 September 2022)

The Wire. (2021). Crimes Against Women Rape Cases India [daringhttps://thewire.in/women/crimes-against-women-rape-cases-india-2021-ncrb-data">https:/ thewire.in/women/crimes-against-women-rape-cases-india-2 021-ncrb-data (diakses pada 27 Sepetember 2022)

Twelfth Congress of The Republic Philippines. Republic Act NO 9208 Anti Trafficking      in      Person      Act      [daringhttp://www.wcwonline.org/pdf/lawcompilation/PhilippinesRepubli">www.wcwonline.org/pdf/lawcompilation/PhilippinesRepubli cActNo9208AntiTr afficking.pdf (diakses pada 1 Oktober 2022)

 

United Nations. 2021. Sexual Violence in Confiict Democratic Republic of the Congo          [daringhttps://www.un.org/sexualviolenceinconflict/countries/democratic-republic-of-the-congo/">https:/ www.un.org/sexualviolenceinconflict/countries/democratic-re public-of-the-congo/ (diakses pada 3 Oktober 2022)

UN Women. 2022. Democratic Republic of Congo [daringhttps://ijpss.unram.ac.id/index.php/ijpss/article/view/50">https:/ ijpss.unram.ac.id/index.php/ijpss/article/view/50   (Diakses pada 30 Oktober 2022)

Mitra Kami

logo unmul2 logo ind2q logo venas3 logo aihii3