REVIEW DISKUSI ILMIAH SOLIDARITY 7
“Membangun Kerja Sama Dalam Menghadapi Bencana Pandemi Global COVID-19”
Dalam rangka acara SOLIDARITY 7 maka dilaksanakannya
Nama Acara : Diskusi Ilmiah
Tema : Membangun Kerja Sama Dalam Menghadapi Bencana Pandemi Global COVID-19
Waktu : 09.45 - Selesai
Tempat : Zoom
Diskusi Ilmiah ini diikuti oleh seluruh peserta SOLIDARITY 7 yang dibagi menjadi beberapa kelompok berdasarkan nama negara, yakni Rusia, Jerman, China, Selandia Baru, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Selanjutnya, diskusi ilmiah ini dibagi menjadi 3 sesi, dimana sesi 1 merupakan penyampaian hasil analisis tiap negara, sesi 2 yakni diskusi terbuka oleh para negara peserta dan sesi 3 yakni voting pemilihan negara yang akan memimpin kerja sama.
Berikut hasil diskusi ilmiah pada sesi 1 :
Rusia
Penanganan COVID- 19 di Rusia sebulan setelah tercatat memiliki peningkatan kasus yang tinggi, Rusia berhasil bangkit dari epidemi coronavirus baru dengan kerugian minimal, setelah menanganinya lebih baik daripada Amerika Serikat. Kini di Rusia pasien yang dinyatakan sembuh sebanyak 1,15 juta dari total 1,5 juta dan yang meninggal mencapai 200 ribu. Rusia juga telah bekerjasama dengan belanda menggunakan pjr metode pemeriksaan Covid-19. Rusia telah melakukan peningkatan kapasitas Rumah Sakit dan laboratorium untuk pasien, negara pertama untuk vaksin corona, dengan nama sputnik v tetapi ini tidak didukung oleh para ilmuwan dunia sebab dikatakan terlalu cepat dan juga beresiko. Rusia juga telah membuat kebijakan dan ketetapan untuk mengurangi pandemi, untuk kebijakan kesehatan dengan melakukan peningkatan kesehatan untuk pasien, dalam teknologi yaitu dengan pelacak lokasi masyarakat yang berhubungan dengan pasien Covid-19 dengan menggunakan ponsel. Kebijakan serta ke sigapan Rusia dapat diapresiasi sebab berani mengeluarkan kebijakan yang cukup kontroversi.
Jerman
Kasus Covid-19 pertama kali terdeteksi di Jerman pada 27 Januari 2020, karena adanya interaksi langsung antara warga lokal dengan warga asal tiongkok yang baru saja kembali dari Wuhan (Tempat asal virus), selain itu kasus ini bertambah karena wisatawan yang datang dan bepergian dari negara negara yang sudah terdeteksi wabah corona. Penyebaran wabah ini mayoritas terjadi di rumah, panti jompo, rumah singgah, pemukiman pengungsi dan angkutan umum. Melihat ini pemerintah dengan sigap membentuk tim khusus untuk membantu menangani wabah ini, pemerintah juga mengeluarkan kebijakan lockdown yang jelas dan mudah untuk dipahami masyarakat. Jerman sendiri memiliki infrastruktur kesehatan terbanyak dengan 2000 rumah sakit serta 28 ribu ICU. selain itu jerman juga telah melakukan tes covid massal, serta mengerahkan yang namanya taksi corona yang berkeliling untuk melakukan pengecekan, dan memeriksa pasien yang terindikasi corona. Sementara untuk ekonomi terpantau tidak terpuruk seperti negara tetangga yaitu Italia karna Jerman sendiri sudah siap dengan kebijakan ekonomi mereka, selain itu jerman juga tidak harus mengeluarkan dana lebih untuk meningkatkan infrastruktur kesehatan. Maka dengan ini jerman dinyatakan berhasil karena infrastruktur kesehatan yang memadai, menjadikan jerman salah satu negara yg dapat diajak kerjasama dalam penanganan covid 19
China
kemunculan virus Covid-19 di kota Wuhan, China yang kemudian menyebar ke seluruh penjuru negeri bahkan dunia menjadi awal pandemi global sekarang ini. Dengan total 70.000 kasus terjakit, membuat pemerintah setempat sigap dalam menangani krisis kesehatan ini, yang ternyata memberi dampak pada sektor-sektor vital lainnya seperti ekonomi dan sosial. Beberapa upaya dilakukan oleh pemerintah setempat guna menekan angka penyebaran virus yakni dengan diberlakukannya lockdown, wajib penggunaan masker dan pengecekan. Selain itu, pemerintah juga memanfaatkan teknologi yang ada seperti scan QR dan pengawasan melalui telepon genggam. Sebagai negara yang menghadapi kondisi kritis ini, China banyak menawarkan berbagai bantuan dan kerjasama kepada negara lain yang baru terdampak dari virus ini. seperti halnya kerjasama alat kesehatan antara China-Indonesia, kemudian kerjasama ekonomi antara China-Jepang, dan Kerjasama di sektor kesehatan dan lainnya antara China-Argentina.
Selandia Baru
Selandia Baru mampu melacak kasus pertamanya oleh seorang warga negara Iran, yang kemudian diikuti dengan penutupan akses terhadap Iran. Tidak hanya Iran, Selandia Baru kemudian juga langsung menutup akses masuk ke negaranya dari negara Korea Selatan dan Italia serta negara lain yang sedang mengalami pandemi. Sementara itu, untuk warga negara China yang datang sebelum penutupan akses juga diharuskan melakukan isolasi mandiri. Namun pencapaian terbesar Selandia Baru adalah fakta bahwa penanganan yang dimiliki Selandia Baru memang sangat cepat, tercatat sampai 3 bulan terakhir hanya ada kurang dari 100 kasus Covid-19. Hal ini dicapai melalui kepemimpinan yang tegas dari pemerintah, khususnya perdana menteri yang tidak segan memberi hukuman terhadap warganya yang melakukan pelanggaran regulasi penanganan Covid-19.
Korea Selatan.
Korea Selatan bisa dibilang cepat dalam menangani penyebaran Covid-19. Covid-19 di Korea Selatan umumnya menyebar dari klub malam dan gereja karena diperoleh dari beberapa pelanggaran pembatasan sosial. Pemerintah Korea Selatan merencanakan bantuan ekonomi, menerapkan social distancing, mempererat aturan masuk orang asing ke Korea Selatan untuk mencegah penyebaran virus Covid-19. Faktor internal seperti kepercayaan masyarakat pada pemerintah ditambah faktor eksternal seperti pelacakan pergerakan individu dengan menggunakan teknologi yang canggih dan menyediakan zona perawatan khusus di kota Daegu menjadikan penanganan Covid-19 di Korea Selatan menjadi salah satu yang terbaik. Bahkan jika korban terinfeksi berkurang dibawah 50% pemerintah Korea Selatan membuka peluang untuk melonggarkan kebijakan social distancing. Selain keberhasilan domestik, Korea Selatan juga berkontribusi secara internasional dengan menyediakan bantuan pengadaan alat test dengan jumlah negara yang meminta bantuan mencapai 100 negara.
Amerika Serikat
Amerika Serikat, mengatakan bahwa keikutsertaan Organisasi Internasional dirasa tidak cocok untuk memimpin kerja sama karena berpeluang melanggar kepentingan nasional negara. Namun, disamping itu, Amerika Serikat juga telah ikut berkontribusi dalam penanganan pandemi Covid-19 dalam 3 upaya, yaitu; ke sehatan, kemanusiaan dan ekonomi. Dalam bidang kesehatan, Amerika telah memberikan bantuan berupa alat kesehatan dan ventilator kepada banyak negara miskin dan berkembang. Lalu, bantuan kemanusiaan juga telah dikerahkan Amerika, misalnya, memberikan akses air, makanan darurat, dan koordinasi kesehatan kepada negara yang ikut terkena dampak Covid-19. Dalam bidang Ekonomi, Amerika telah memberikan akses dana kepada WHO dan UNICEF. Amerika telah menggelontorkan dana sebesar 100 milyar dolar untuk kesehatan dan 75 miliar dolar untuk kemanusiaan.
Berikut hasil diskusi pada sesi 2 :
Rusia
Rusia memiliki keterbukaan informasi yang besar dan baik dalam penanganan Covid-19 dibandingkan dengan China yang tidak memiliki keterbukaan terhadap informasi. Rusia memiliki penanganan Covid-19 lebih baik dibandingkan AS. AS sendiri tidak memiliki komitmen dalam menghadapi negaranya apalagi untuk menghadapi global? Adanya penghalang dari kepentingan politik bukannya fokus kepada penanganan pasien yang semakin melonjak tetapi AS lebih fokus kepada pemilihan presiden di tengah situasi pandemi. Selain itu, sikap Presiden AS yang meremehkan Covid-19 justru Trump sendiri terkonfirmasi terpapar virus Covid-19 sehingga munculah keraguan bagaimana bisa AS dapat menjadi pemimpin dalam penanganan Covid-19 jika pemimpinnya sendiri terpapar Covid-19. Bukan hanya pemerintahnya saja tetapi sikap masyarakat AS yang masih menolak untuk melakukan lockdown. Sehingga dapat dikatakan penanganan yang dilakukan oleh AS tidak sebaik seperti yang dilakukan Rusia, Rusia juga melakukan terobosan dalam penciptaan vaksin dan telah di riset bahwa vaksinnya baik dalam menangani virus, telah menawarkan ke seluruh dunia. Dapat dikatakan bahwa Rusia adalah negara yg paling siap dalam memimpin penangan Covid-19 karena keterbukaan informasi dan ketersediaan infrastruktur.
Jerman
Negara Jerman bisa menjadi acuan atau contoh bagi negara negara lain dalam kebijakannya menangani wabah ini, dimana pemerintah bersikap tegas sehingga masyarakat mematuhi kebijakan yang ada. Disini Jerman menyanggah pernyataan Korea selatan yang menyatakan bahwa Korea Selatan memiliki tingkat kesehatan yang paling bagus karena kenyataanya berdasarkan berita Korea Selatan sendiri, Korea Selatan kekurangan ranjang untuk pasien Covid-19, sedangkan Jerman memiliki 2000 Rumah Sakit dan 28 ribu ICU yang menjadikan Jerman sebagai salah satu negara di Eropa yang punya infrastruktur kesehatan yang sangat baik, disini Jerman juga fokus terhadap tes massal dan melakukan pengecekan ulang pada warga yang terjangkit wabah, dimana laboratorium Jerman sendiri sudah menguji 1 juta pasien, Jerman pun juga turut memberdayakan mahasiswa kedokteran dan keperawatan untuk menambah tenaga medis. Dengan keberhasilannya Jerman sendiri sudah membantu pasien negara tetangga seperti Italia, Belanda dan Prancis, Jerman juga turut mengirim alat-alat medis dan tenaga medis mereka untuk membantu negara-negara tetangga.
China
Pemerintah China berhasil menurunkan kasus covid-19 secara signifikan dalam waktu kurang dari 5 minggu, ditambah lagi data bahwa 96,4% atau sekitar 77 ribu pasien dinyatakan sembuh dari virus ini, menjadi angka kesembuhan tertinggi di dunia. Kedua hal ini dapat diwujudkan melalui berbagai kebijakan efektif yang digulirkan pemerintah China, yakni dengan lockdown, pembangunan infrastruktur yang memadai, pengawasan ketat dan pengendalian melalui teknologi yang handal, hingga pengembangan vaksin untuk virus ini. Bahkan laporan terbaru mengatakan hanya 20 orang yang terjangkit virus ini. Berbagai pencapaian yang diperoleh China haruslah diapresiasi oleh masyarakat internasional. Meskipun terdapat berita miring yang disampaikan Rusia seputar penutupan informasi covid-19 oleh pemerintah China, disanggah oleh pihak China dengan alasan keamanan negara terkait informasi warganya agar tidak bocor dan dimanfaatkan secara ilegal, karena seperti yang kita ketahui konflik China dan USA saat ini masih panas. China juga menyangkal penutupan diri ini, karena nyatanya vaksin terstandarisasi WHO yang dibuat China sudah diekspor ke banyak negara selain itu juga banyak kerjasama dan bantuan yang dilakukan China terhadap negara lain, ditambah sebagai negara pertama yang berhadapan dengan virus ini dalam ha ini China sudah cukup terbuka tentang penanganan Covid-19 di negaranya kepada dunia internasional. Dengan demikian, China layak dijadikan pemimpin untuk penanganan pandemi covid-19 ini.
Selandia Baru
Kecepatan penanganan Selandia Baru memang sangat patut diapresiasi. Pemerintah Selandia Baru bahkan sudah menutup akses masuk dari negara terdampak pandemi Covid-19 sejak 6 kasus terinfeksi tercatat. Selain itu kemampuan melacak sumber infeksi juga memudahkan pemerintah Selandia Baru dalam melacak warga negaranya yang berinteraksi dengan pasien terinfeksi virus. Hal ini mengakibatkan proses penyembuhan berlangsung dengan baik, dengan 82% kasus sembuh dari infeksi Covid-19. Kebijakan lain seperti pembatasan sosial juga dilakukan, ditambah dengan 10.000 tes massal dan juga instruksi untuk melakukan karantina diri untuk orang-orang bergejala. Bahkan baru-baru ini pemerintah Selandia Baru mengeluarkan kebijakan baru dimana warganya tidak lagi diharuskan untuk menggunakan masker, hal ini dikarenakan support yang besar dari warganya dalam menaati regulasi dari pemerintah. Melihat semua fakta ini, Selandia Baru yakin bahwa mereka layak untuk memimpin kerja sama, tidak seperti Amerika Serikat yang bahkan belum mampu menyelesaikan kasus domestiknya.
Korea Selatan
Korea Selatan selama ini mampu memberlakukan pembatasan sosial tanpa melakukan lockdown. Selain itu kemampuan deteksi Korea Selatan juga mencapai 16.000 orang per harinya membuat Korea Selatan tetap bisa membuka transportasi antar wilayah. Ditambah strategi yang cepat tanggap, dengan menggunakan teknologi untuk melakukan tracking wilayah namun memperhatikan transparansi informasi membuat masyarakat Korea Selatan untuk sepenuhnya percaya kepada pemerintah. Hal ini bisa dicapai karena Korea Selatan memiliki pengalaman dalam menanggulangi penyakit serupa yaitu MERS. Dengan waktu kasus pertama yang berdekatan dengan Amerika Serikat, Korea Selatan justru berhasil menekan kurva, berbanding terbalik dengan Amerika Serikat. Fakta menurunnya kurva ini memberikan kesempatan bagi pemerintah Korea untuk kemudian fokus pada riset vaksin Covid-19. Korea Selatan kemudian juga mempertanyakan kemampuan dari negara China, mengingat virus ini berasal dari China apakah mereka mampu dalam memberikan bantuan pada negara lain sementara pemerintahnya begitu tertutup mengenai penanganan Covid-19 dalam negeri mereka. Hal ini begitu berbeda dengan keterbukaan informasi yang dimiliki oleh Korea Selatan. Begitu pula dengan Amerika Serikat yang ditakutkan akan menggunakan militer sebagai media untuk menekan negara lain.
Amerika Serikat
Amerika Serikat meyakini bahwa merekalah yang mampu memimpin penanganan pandemi Covid-19 secara global. Karna pada awal dekade pandemi, Amerika Serikat telah menggelontorkan banyak dana dan memberikan bantuan ekonomi ke organisasi internasional, atas klaim tersebut, Amerika Serikat meyakini bahwa negaranya lah yang harus memimpin dalam menangani pandemi Covid-19. Pernyataan ini didukung berdasarkan fakta bahwa Amerika Serikat merupakan negara dengan ekonomi terbesar menurut bank dunia dan IMF. Amerika Serikat kemudian meragukan negara yang masih memiliki utang terhadap mereka dalam data world bank, seperti negara Rusia dan China, dengan keadaan ekonomi seperti itu apakah bisa memimpin Covid-19? Amerika juga mempertanyakan bagaimana negara Jerman mampu memimpin penanganan Covid-19 jika dari 20 ribu tenaga medis terdapat 11% kasus berasal dari tenaga kesehatan itu sendiri, bagaimana bisa menyelesaikan Covid-19? Amerika juga mempertanyakan kebijakan Rusia yang mengatakan bahwa informasi mereka terbuka, dan apa dampak dari informasi terbuka tersebut dan koordinasinya bagaimana. Atas klaim-klaim diatas Amerika Serikat masih begitu yakin negaranya lah yang paling pantas untuk memimpin penangan Covid-19 secara global.
Berikut hasil diskusi pada sesi 3:
Rusia
Rusia merasa kepemimpinan kolektif diperlukan, namun akan dikoordinasikan oleh Rusia.
Jerman
Jerman memilih Jerman sebagai pemimpin kerja sama .
China
China memilih China sebagai pemimpin kerja sama.
Selandia Baru
Selandia Baru memilih Selandia Baru sebagai pemimpin kerja sama
Korea Selatan
Korea Selatan memilih Korea Selatan sebagai pemimpin kerja sama.
Amerika Serikat
Amerika Serikat memilih Amerika Serikat sebagai pemimpin kerja sama.
Berakhirnya ketiga sesi, mendapatkan hasil yakni Deadlock.
Kesimpulan
Hasil Diskusi Ilmiah dengan tema ‘Membangun Kerja Sama Dalam Menghadapi Bencana Pandemi Global Covid-19' adalah tidak ada satu negara yang disepakati bersama setelah diskusi untuk menjadi pemimpin kerjasama kali ini, karena masing masing negara kukuh mempertahankan argumen mereka bahwasannya negara mereka berhak dan mampu menjadi pemimpin atas kerja sama kali ini. Tujuan awal diskusi ini adalah negara-negara tersebut mampu berdiskusi dan menemukan satu negara yang bisa memimpin kerjasama dalam tingkat global demi membentuk sistem penanganan yang efektif dalam menghadapi bencana global Covid-19. Sehingga, diskusi ilmiah kali ini tidak mencapai tujuan yang telat direncanakan.