KAJIAN ISU #4 : Timor or Tumor?: Timor-Leste’s Struggle for ASEAN Membership

Edit 12

Timor or Tumor?: Timor-Leste’s Struggle for ASEAN Membership

Mengapa Timor-Leste berhasrat masuk ASEAN? Apa peran Indonesia sebagai chairman ASEAN dalam membantu Timor-Leste bergabung? Bagaimana Perspektif Hubungan Internasional memandang perjuangan bergabungnya Timor-Leste dalam ASEAN?

 

Oleh: Farhan Rizqullah & Chevien Audry Ghinanzi Dhamhudy | 23 Agustus 2022

 

            Timor Leste merupakan negara termuda di kawasan Asia Tenggara yang mendapatkan kemerdekaannya atas Indonesia pada tahun 2002 silam. Secara letak geografis, Timor Leste berada di wilayah Asia Tenggara, akan tetapi hingga saat ini Timor Leste belum menjadi bagian dari ASEAN. Sebagai negara yang baru saja merdeka pada 2002 lalu, pemerintah Timor Leste memfokuskan tujuannya untuk mempertahankan kesatuan politik dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

            Di tengah usaha untuk menstabilkan kondisi negaranya, Timor Leste merupakan salah satu negara yang berada dalam kawasan Asia Tenggara memiliki keinginan untuk bergabung menjadi anggota ASEAN. Tercatat secara resmi, Timor Leste sudah mendaftar diri untuk keanggotaan ASEAN sejak 2011. Mantan Perdana Menteri Timor Leste, Xanana Gusmão menyampaikan bahwa sebuah negara tidak bisa hidup sendiri. Gusmão juga memastikan bahwa negaranya sanggup untuk mempersiapkan hal-hal apa saja yang diperlukan untuk bergabung menjadi anggota dari ASEAN. Jika Timor Leste masuk menjadi anggota ASEAN maka masih menurut Gusmão, Timor Leste akan berkontribusi besar untuk perkembangan dunia.

Antara Timor-Leste dan ASEAN

            Timor Leste baru saja melantik Presiden barunya pada 20 Mei 2022 lalu, Jose Ramos Horta, nama yang tidak asing di telinga rakyat Indonesia, ia merupakan salah satu pejuang kemerdekaan Timor-Leste bersama Xanana Gusmao, yang dianggap musuh bagi beberapa pejuang pro-integrasi Timor-Timur, tapi pahlawan bagi mereka yang menghendaki kemerdekaan. Ia ini juga sebelumnya menjabat posisi Presiden pada periode 2007-2012, sehingga bukan merupakan orang yang baru dalam perpolitikan negara ini, pada pidato pelantikannya ia berharap Timor Leste akan menjadi anggota ASEAN tahun depan, di masa kepemimpinan bergilir ASEAN yang akan diketuai oleh Indonesia.

            Permohonan Timor-Leste menjadi anggota ASEAN bukanlah keinginan yang baru dibentuk dalam waktu seumur jagung, setidaknya selama 11 tahun negara ini memperjuangkan keanggotaan resminya di ASEAN. Pada 2019 lalu, Kementerian Luar Negeri Timor-Leste secara aktif melakukan kampanye dan melobi ke-10 negara anggota ASEAN agar dijadikan anggota ke-11 forum regional Asia Tenggara tersebut, namun hingga kini ASEAN belum menggubris permintaan tersebut, sehingga Timor-Leste masih berstatus observer.

            Penolakan muncul dari anggota ASEAN, Singapura sebagai negara yang paling vokal beralasan, perekonomian kecil yang dimiliki oleh Timor-Leste mengkhawatirkan, sebab hal tersebut berpotensi akan membebani kawasan Asia Tenggara dan menghambat terwujudnya konsep Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang dicita-citakan seluruh anggota ASEAN.

            Secara historis, dalam penerimaan anggota, ASEAN menggunakan aspek imaterial yang terbukti dari bagaimana cepatnya organisasi ini menerima keanggotaan Laos dan Myanmar pada 1997, dan Kamboja dua tahun kemudian. ASEAN juga secara kooperatif membantu ketiga negara tersebut dalam mengejar progres agar setidaknya tidak ada gap yang terlalu besar secara material dengan anggota ASEAN lainnya. Namun fenomena serupa tidak terjadi dengan Timor-Leste yang begitu susahnya untuk masuk dalam forum regional ini, 11 tahun menunggu tanpa adanya titik terang, apakah yang terjadi adalah double standard atau situasi telah berubah?

            Kalau kita analisis, dengan bergabungnya Timor Leste dalam ASEAN, tentunya akan membantu negara ini untuk mengejar ketertinggalan yang mereka alami, berkaca dari fenomena keanggotaan Laos misalnya, pada tahun 1999 disaat negara ini baru 2 tahun bergabung dengan ASEAN, GDP per-kapitanya hanya USD 259.3 angka ini diproyeksikan meroket hingga USD 2,783.14 pada tahun 2027 (Statista, 2022) tepat dua dekade sejak bergabungnya negara ini, artinya ada proyeksi kenaikan hingga 10 kali lipat. Selain itu dengan bergabung dalam ASEAN, Timor-Leste juga tidak akan terdampak besar dari “pertempuran ekonomi” negara-negara superpower seperti Amerika Serikat dan Tiongkok yang mulai menanamkan pengaruhnya di negara ini, tentunya hal yang positif bagi stabilitas keamanan kawasan Asia Tenggara.

Timor-Leste, Dewasa Ini.

            Sebagai organisasi geopolitik dan ekonomi di kawasan Asia Tenggara yang telah melalui serangkaian situasi global, ASEAN kini tidak hanya melihat aspek imaterial seperti geografis, kedekatan historis dan kultural saja bagi pemberian keanggotaan di dalam organisasi, tetapi juga aspek material yang begitu penting aspek ekonomi dan sosial negara anggotanya dalam organisasi ini, lantas bagaimanakah perekonomian dan sosial masyarakat di Timor-Leste dewasa ini?

            Apabila melihat data dari World Bank (2016), Timor-Leste masih dikelompokkan sebagai negara berpendapatan rendah, namun dalam Indeks Pembangunan Manusia (data 2019), Timor-Leste memperoleh poin 0.606, masih lebih baik dari Kamboja dan Myanmar yang masing masing memperoleh poin 0.594 dan 0.583 di kawasan Asia Tenggara. Pertumbuhan PDB-nya pun relatif rendah, tahun 2021 negara ini hanya bisa mencapai 1,9% dalam pertumbuhan PDB, walaupun relatif lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya yang jatuh hingga -8,1% akibat pandemi COVID-19, namun keberhasilan pemerintah Timor-Leste mengangkat pertumbuhan PDB tersebut patut diapresiasi dengan berbagai keterbatasan di negara ini.

            Timor-Leste pun telah bertransformasi menjadi salah satu negara yang paling bergantung pada minyak di dunia, dengan 97% pendapatan pemerintah berasal dari sektor perminyakan, terhitung 76% dari PDB-nya. Setelah dunia internasional mengurangi bantuan setelah periode transisi dari pemerintah Indonesia ke pemerintah Timor-Leste, PDB Timor-Leste menyusut dan baru mulai bangkit kembali setelah pemasukan dari sektor minyak mulai mengalir pada tahun 2005. Kembalinya konflik pada tahun 2006 menyebabkan kembalinya kemerosotan ekonomi, namun dikarenakan adanya minyak sebagai komoditas utama negara ini, mereka mampu mengembalikan pertumbuhan ekonomi yang positif pasca konflik.

            Pada 2019 dan 2022, ASEAN melakukan misi pencarian fakta ke Timor-Leste dengan judul “The ASEAN Socio-Cultural Community Fact-Finding Mission to Timor-Leste”, guna menentukan negara ini memenuhi syarat untuk bergabung dalam ASEAN. Dalam tugasnya, misi ini mengevaluasi bagaimana Timor-Leste telah berprogres untuk menjalankan Tujuan Komunitas ASEAN Komunitas ASEAN yang dibentuk dengan tiga pilar, yaitu komunitas politik dan keamanan, komunitas ekonomi, dan komunitas sosial budaya. Presiden Timor-Leste terpilih, Jose Ramos Horta mengakui bahwa negaranya begitu banyak menghadapi hambatan termasuk mengimplementasikan pilar ekonomi.

            Tingkat pembangunan yang rendah di Timor-Leste menjadi hambatan terbesar untuk penilaian ASEAN bagi negara ini, kondisi ini salah satunya disebabkan oleh tingginya angka pengangguran di negara ini, tingkat pengangguran Timor-Leste untuk tahun 2021 adalah 5,07%, meningkat 0,17% dari tahun 2020 (Macrotrends, 2021). Banyak anak muda yang memilih untuk bekerja di luar negeri, misalnya menjadi pemetik buah di Australia yang upahnya lebih tinggi berkali-kali lipat dibandingkan bekerja di dalam negeri. Hal ini disebabkan dua faktor, faktor pertama ialah lapangan pekerjaan di negara ini terbatas, sementara rakyat membutuhkan pekerjaan untuk memperoleh kebutuhan sehari-hari. Kedua, upah minimum nasional yang rendah, menurut data rata-rata rakyat Timor-Leste hanya mendapatkan USD 115.00 per bulannya, atau sekitar Rp 1.7 juta (Wageindicator.org. 2022), sangat tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga bulanan. Sementara itu, gaji yang ditawarkan bagi mereka yang bekerja di luar negeri misalnya upah pemetik buah, rata-rata di Australia adalah AUD 59 ribu per tahunnya, atau nyaris sekitar 600 juta Rupiah, hal ini mengakibatkan tren bekerja diluar negeri meningkat. Banyaknya rakyat bekerja di luar negeri menjadi salah satu indikator kurang berhasilnya pemerintah dalam meningkatkan standar hidup di negaranya, yang salah satunya merupakan upah yang layak.

            Kurangnya lapangan pekerjaan di luar Dili, ibukota Timor Leste, juga berkontribusi pada munculnya fenomena urbanisasi dari desa-desa ke ibukota. Kemiskinan merupakan masalah struktural di negara ini, kemiskinan sendiri mencapai angka 42% (UNDP, 2021). Dalam segi pendapatan per-kapita Timor-Leste juga termasuk negara berpendapatan rendah yakni hanya sekitar USD 1,458 pada tahun 2021 (Worldbank, 2021) untuk perbandingan, Indonesia yang masih tergolong berpendapatan menengah memiliki GDP per-kapita USD 3,869 atau tiga kali lipat dari GDP per-kapita Timor-Leste.

            Dalam sektor akses pangan dan bahan pokok, Timor-Leste begitu bergantung pada Indonesia, setidaknya apabila melihat data, 42% impor produk ke Timor-Leste berasal dari Indonesia, sementara itu tingkat perdagangan Timor-Leste dan negara-negara anggota ASEAN lain (mengecualikan Indonesia) hanya sekitar 2.7% untuk Malaysia, 2.8% untuk Thailand, dan 7.7% untuk Singapura, angka yang kecil apabila membandingkan dengan angka impor produk dari Indonesia, sehingga secara kapabilitas ini menunjukkan Timor-Leste masih belum mampu mencapai perdagangan yang jauh secara geografis, karena begitu tergantungnya mereka pada negara tetangga seperti Indonesia.

            Kondisi diatas membuat pemerintah Timor-Leste melakukan pembenahan terutama dalam sektor infrastruktur. Pertama, pemerintah mengalokasikan anggaran, anggaran ini ditujukan untuk serangkaian pembangunan infrastruktur fisik di negara ini, mulai dari proyek jalan tol yang menghubungkan 4 wilayah di Timor Leste yaitu; Suai - Município Covalima dengan Município Ainaro dan Betano - Município Maun Fahe dengan Beaço - Município Viqueque. Tujuan dari pembangunan jalan tol ini direncanakan untuk memfasilitasi alat transportasi untuk pengangkutan pengelolaan sumber daya alam seperti minyak bumi dan gas yang akan di kelola di daerah Suai dan Beaço, Suai, Município Covalima dan Município Viqueque. Selain itu ada perencanaan peningkatan kapasitas Pelabuhan Teluk Tibar menjadi pelabuhan berstandar Internasional, yang diproyeksikan mampu mengoperasikan kapal peti kemas berukuran 7.500 TEUs. Bollore Group asal Perancis dipercaya untuk mengoperasikan pelabuhan yang diproyeksikan ini, sementara itu China Harbour Engineering Company (CHEC) dipercayakan untuk pembangunan pelabuhan yang berada di sebelah barat kota Dili tersebut. Telah rampung pula Bandar Udara Internasional Oé-Cusse Rota Da Sândalo, di Pante Macassar, enklave Oecusse. Bandara ini memiliki landasan pacu sepanjang 2.200 m dan dibangun oleh PT. Wijaya Karya dari Indonesia. Bandara ini diproyeksikan mampu menampung hinga 500.000 penumpang per tahunnya, sehingga menjadikannya sebagai bandara terbesar di negara ini.

            Namun, dengan serangkaian pembangunan infrastruktur fisik di Timor-Leste, lembaga think-tank lokal seperti La’o Hamutuk melihat belum begitu banyak dampak yang terlihat dari pembangunan sumberdaya manusia oleh pemerintah, mereka berpandangan seharusnya pemerintah menginvestasikan anggaran nasional pada sektor pendidikan, kesehatan, dan juga agrikultur, terutama untuk mengatasi permasalahan-permasalahan fundamental diatas tadi seperti kemiskinan dan pengangguran (La'o Hamutuk, 2021).

            Yang jelas secara internal, masih banyak masalah-masalah yang terjadi di Timor-Leste sehingga menjadi catatan buruk bagi ASEAN dalam mempertimbangkan keanggotaan negara ini, tentunya ini akan berpengaruh pada penilaian misi pencarian fakta yang lalu. Maka dari itu Timor-Leste perlu mencari solusi lain juga termasuk kekuatan eksternal dalam misinya bergabung ke ASEAN.

Indonesia Sebagai Chairman ASEAN pada 2023 dan Potensi Bergabungnya Timor-Leste

            Melihat kebelakang, sejarah kelam yang terjadi antara kedua negara, Indonesia dan Timor-Leste masih membekas hingga saat ini, tetapi kedua pihak telah menemukan jalannya sendiri dalam mengurus pemerintahan masing-masing, kedua negara menjalin hubungan positif, tidak hanya dalam level politik dan ekonomi namun juga dalam aspek sosial masyarakat. Setelah presidensi Kamboja pada tahun ini, Indonesia pada tahun 2023 akan kembali menjadi pemimpin ASEAN untuk yang ke-5 kalinya, harapan pun muncul dari pihak Timor-Leste, sebagai negara yang bertetangga dan melakukan interaksi yang begitu eksklusif, bahkan bergantung terhadap Indonesia dalam beberapa urusan, kepemimpinan Indonesia diharapkan dapat memuluskan jalan Timor Leste guna bergabung dalam ASEAN. Jose Ramos Horta berharap diakhir kepemimpinan Indonesia tahun depan, Timor-Leste dapat bergabung, yang ia pandang bukan hanya keuntungan bagi Timor Leste, namun juga bagi Indonesia yang dalam kepemimpinannya, berhasil mengimplementasikan simbol “ASEAN Community & ASEAN Togetherness” dengan tidak meninggalkan atau mengabaikan siapapun di Asia Tenggara, terutama Timor-Leste.

            Semangat bertetangga yang baik adalah alasan rasional apabila Indonesia mendorong secara antusias keanggotaan Timor-Leste dalam ASEAN, tapi perlu kita perhatikan status quo atau kondisi terkini baik secara regional maupun secara global, negara-negara ASEAN termasuk Indonesia benar-benar sibuk menghadapi serangkaian masalah, sehingga cukup rasional juga melihat potensi pandangan negara-negara ASEAN juga akan bergeser. ASEAN sekarang menjadi begitu menuntut apa yang anggotanya tawarkan, dan timbal balik pada apa yang ASEAN dapat tawarkan kepada mereka. Apalagi dengan situasi saat ini disaat dunia baru saja mencapai akhir dari pandemi, dimana masing-masing negara fokus untuk mengembalikan ekonominya agar on-track, belum lagi mempertimbangkan situasi eksternal macam konflik di Rusia dan Ukraina yang berpengaruh pada kenaikan harga energi dan bahan pangan, lagi-lagi adalah hal yang rasional apabila harapan indah Timor-Leste tidak akan semulus ekspektasinya.

            Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Teuku Faizasyah, menyatakan sejak awal Indonesia telah mendorong dan menyatakan dukungan Timor Leste untuk bergabung dalam ASEAN, bahkan ikut membantu dalam kesiapan tersebut, tahun 2022 ini misalnya Indonesia membantu dalam program pelatihan birokrat di Timor Leste, Indonesia juga meyakinkan negara anggota ASEAN lain tentang kelayakan Timor-Leste, terutama dalam aspek geografis mereka merupakan negara Asia Tenggara. Terkait keinginan mereka bergabung dalam ASEAN, Timor-Leste tentu harus disiapkan, ASEAN jangan hanya menuntut mereka mencapai target-target tertentu, namun tidak dibantu pembinaannya. Tentunya modal positif ini membawa angin segar bagi chairmanship Indonesia tahun depan terhadap Timor-Leste.

            Tapi yang jelas keputusan bergabungnya Timor-Leste dalam ASEAN bukan hanya secara semena-mena keputusan Indonesia sebagai chairmanship saja, melainkan keputusan secara konsensus oleh kesepuluh negara anggota ASEAN, sehingga Indonesia tidak punya kekuatan untuk memaksakan kehendak, melainkan hanya sebatas kekuatan persuasif saja.

Perspektif Hubungan Internasional dalam Menyikapi Isu

            Kasus perjuangan masuknya Timor Leste dalam ASEAN dapat dibahas melalui perspektif multilateralisme yang dipopulerkan oleh Robert Keohane dalam bukunya “Reciprocity in International Relations”. Keohane berpendapat bahwa Multilateralisme dapat didefinisikan sebagai “The practice of co-ordinating national policies in groups of three or more states” (Keohane, 1986). Ia juga berpendapat hubungan timbal-balik (reciprocity) dalam suatu institusi merupakan hal krusial dalam tahap multilateralisme, karena ketimbal-balikan ini merupakan standar dan dasar bagi tiap-tiap negara dalam melakukan kerjasama, ia kemudian mengklasifikasikan hubungan timbal-balik ini menjadi dua tahapan, specific reciprocity dan diffuse reciprocity, pada tahap specific reciprocity negara yang bermitra haruslah setara dan meminimalisir kerugian, dan levelnya adalah dalam tingkat bilateral, kemudian ketika tahapannya meingkat pada level diffuse reciprocity, ketimbal-balikan ini levelnya juga lebih tinggi yakni mengikat hubungan antarnegara anggota institusi multilateral tersebut.

            Apabila diawal tadi dijelaskan bahwa ada penolakan dari kubu Singapura karena muncul pandangan hadirnya Timor-Leste berpotensi buruk karena ditakutkan akan membebani ASEAN, apabila dipikir secara rasional, sah-sah saja apabila Singapura berpikir demikian, sebab tidak ada hubungan timbal-balik yang menguntungkan antara Timor-Leste dengan negara anggota ASEAN secara keseluruhan, kecuali Indonesia yang secara langsung berbatasan dan memanfaatkan Timor-Leste sebagai pasar beberapa produk bahan pokok dan industrinya, ini juga hal yang buruk sebab ketergantungan mereka pada produk industri dan bahan pokok Indonesia sekali lagi menyimbolkan betapa bergantungnya Timor-Leste. Asumsi Singapura ini juga tentunya relevan dengan data ekonomi diatas tadi, dimana Timor-Leste begitu kepayahan dalam mewujudkan potensi materilnya yakni ekonomi dan sosial. Tidak usah berbicara dalam tahapan diffuse reciprocity, dalam tahap specific reciprocity saja Timor-Leste belum menawarkan manfaat yang signifikan bagi negara-negara ASEAN lainnya, artinya perspektif multilateralisme memandang bahwa Timor-Leste secara kapabilitas belum bisa diterima dalam ASEAN sebagai suatu institusi, karena gagal mewujudkan sikap timbal-balik yang dianggap begitu penting pada perspektif ini.

            Kemudian menjawab indikasi adanya double standard ASEAN pada saat mereka menerima keanggotaan Kamboja, Laos, Vietnam dan Myanmar dua dekade lalu. Kita harus mempertimbangkan juga kondisi perpolitikan global pasca perang dingin saat itu yang membuat mereka lebih kooperatif dalam menerima keanggotaan negara-negara diatas dan lebih melihat aspek imaterial seperti nilai-nilai kultural sebagai sesama negara Asia Tenggara ketimbang nilai material, fokusnya ialah stabilitas politik di kawasan. Namun beberapa tahun belakangan fokusnya sudah bergeser, aspek perekonomian di kawasan lebih dilirik posisinya ketimbang aspek lainnya, negara harus bisa menawarkan suatu nilai material yang positif pada perkembangan institusi, belum lagi ASEAN sudah memiliki MEA yang akan terhambat apabila harus mendapatkan beban ekonomi baru seperti keanggotaan Timor-Leste. ASEAN dewasa ini pun telah bertransformasi menjadi institusi regional yang lebih rapi, terstruktur, dan memiliki aturan-aturan baru yang muncul guna menyesuaikan situasi, contohnya ialah dengan diresmikannya ASEAN Charter pada 2008 lalu yang berisi target-target pencapaian dan proyeksi, serta dasar hukum yang rigid. Keempat negara tersebut masuk saat birokrasi ASEAN belum sebaik dan seketat sekarang. Artinya dalam menyimpulkan indikasi double standard yang disematkan pada ASEAN tentunya harus benar-benar dikaji dan dibandingkan sesuai situasi dan kondisi global saat ini dan beberapa dekade kebelakang.

Referensi

Keohane, Robert. (1986) Reciprocity in International Relations. International Organizations 40, no. 1. p.1-27.

Ruggie, John. (1992) Multilateralism: Anatomy of Institutions. International Organizations 46, no. 3. p.561-598.

The World Bank (2022) Timor-Leste | Data. [Onlinehttp://data.worldbank.org/country/timor-leste">http://data.worldbank.org/country/timor-leste

The World Bank (2022) GDP per capita (current US$) - Timor-Leste. [Onlinehttps://data.worldbank.org/indicator/NY.GDP.PCAP.CD?locations=TL">https://data.worldbank.org/indicator/NY.GDP.PCAP.CD?locations=TL

UNDP (2008) Human Development Report 2007/8. [Onlinehttp://hdr.undp.org/en/media/HDI_2008_EN_Tables.pdf%7ctitle=HDI%7cpublisher=UNDP">http://hdr.undp.org/en/media/HDI_2008_EN_Tables.pdf%7ctitle=HDI%7cpublisher=UNDP

UNDP (2022) Timor Leste | Economic transformation [Onlinehttps://www.undp.org/timor-leste/economic-transformation">https://www.undp.org/timor-leste/economic-transformation

Macrotrends.net (2022) Timor-Leste Unemployment Rate 1991-2022. [Onlinehttps://www.macrotrends.net/countries/TLS/timor-leste/unemployment-rate">https://www.macrotrends.net/countries/TLS/timor-leste/unemployment-rate

Wageindicator.org (2022) Minimun Wage – Timor Leste. [Onlinehttps://wageindicator.org/salary/minimum-wage/timor-leste">https://wageindicator.org/salary/minimum-wage/timor-leste

O’Neill, Aaron. (2022) Laos: Gross Domestic Product (GDP) Per Capita In Current Prices From 1987 To 2027. Statista [Onlinehttps://www.statista.com/statistics/804943/gross-domestic-product-gdp-per-capita-in-laos/">https://www.statista.com/statistics/804943/gross-domestic-product-gdp-per-capita-in-laos/

Rose, Michael. (2019) Remittances and diversification in Timor-Leste. DevPolicy.org. [Onlinehttps://devpolicy.org/remittances-and-diversification-in-timor-leste-20191106/">https://devpolicy.org/remittances-and-diversification-in-timor-leste-20191106/  Diakses pada 25 Agustus 2022

Sape, Agustinus. (2022) Demi Gabung ASEAN, Pelabuhan di Timor Leste Direncanakan Jadi Pelabuhan Internasional. Pos Kupang. [Onlinehttps://kupang.tribunnews.com/2022/07/29/demi-gabung-asean-pelabuhan-di-timor-leste-direncanakan-jadi-pelabuhan-internasional">https://kupang.tribunnews.com/2022/07/29/demi-gabung-asean-pelabuhan-di-timor-leste-direncanakan-jadi-pelabuhan-internasional Diakses pada 25 Agustus 2022

Madrim, Sasmito. (2022) Indonesia Dukung Timor Leste Jadi Anggota ASEAN VOA Indonesia. [Onlinehttps://www.voaindonesia.com/a/indonesia-dukung-timor-leste-jadi-anggota-asean/6614339.html">https://www.voaindonesia.com/a/indonesia-dukung-timor-leste-jadi-anggota-asean/6614339.html Diakses pada 25 Agustus 2022

Purba, Kornelius. (2022) Timor Leste's Asean membership is too strategic to delay: Jakarta Post contributor. The Straits Times. [Onlinehttps://www.straitstimes.com/asia/se-asia/timor-lestes-asean-membership-is-too-strategic-to-delay-jakarta-post-contributor">https://www.straitstimes.com/asia/se-asia/timor-lestes-asean-membership-is-too-strategic-to-delay-jakarta-post-contributor Diakses pada 25 Agustus 2022

Hunt, Luke. (2022) Timor-Leste Denied Entry to ASEAN – For Now. The Diplomat. [Onlinehttps://thediplomat.com/2022/08/timor-leste-denied-entry-to-asean-for-now/">https://thediplomat.com/2022/08/timor-leste-denied-entry-to-asean-for-now/ Diakses pada 25 Agustus 2022

Guterres, Gregorio Antero Varela. (2018) Manajemen Risiko Terhadap Pembangunan Jalan Tol Suai, Município Covalima - Timor Leste. Magister thesis, Universitas Brawijaya. Abstract [Onlinehttp://repository.ub.ac.id/id/eprint/178305/">http://repository.ub.ac.id/id/eprint/178305/ Diakses pada 25 Agustus 2022

Lundahl & Sjöholm (2006) Economic Development in Timor-Leste 2000–2005. Stockholm. SIDA, p.16-17. [Onlinehttps://cdn.sida.se/publications/files/sida29124en-economic-development-in-timor-leste-2000-2005.pdf">https://cdn.sida.se/publications/files/sida29124en-economic-development-in-timor-leste-2000-2005.pdf Diakses pada 25 Agustus 2022

La’o Hamutuk (2021) Analysis, Concerns and Suggestions From La’o Hamutuk Regarding The Proposed General State Budget for 2022. Dili, p.30. Press Release

PT. Wijaya Karya Tbk. (2019) Bangun Bandara Internasional di Oecusse, Timor Leste WIKA Buktikan Kapasitas dan Daya Saing Kelas Dunia. Press Release

Ministry of Petroleum and Minerals Resources (2015) Timor Leste Extractive Industries Transparency Initiative: A report on the activities of the TL- EITI for the year 2014.

Mitra Kami

logo unmul2 logo ind2q logo venas3 logo aihii3